Sejarah Kota Lama Semarang: Jejak Kolonial dan Pesona Warisan Budaya

Xperience Team
22 May 2025 - 7 min read

Kota Lama Semarang adalah kawasan bersejarah yang membawa kita kembali ke masa kolonial, ketika Semarang menjadi pusat perdagangan penting di Nusantara. Dijuluki “Little Netherland,” area ini menampilkan deretan bangunan bergaya Eropa klasik dengan fasad megah, jendela-jendela besar, dan kanal yang menciptakan suasana khas kota tua di Belanda. Di sinilah benteng VOC dulu berdiri, dan kini berganti fungsi menjadi museum, galeri seni, hingga kafe kekinian tanpa kehilangan nuansa masa lalu.

Daya tarik utama Kota Lama tak hanya terletak pada keindahan arsitekturnya, tetapi juga pada cerita di balik setiap bangunannya. Mulai dari gereja tua yang masih aktif, bekas gedung perkantoran kolonial, hingga gudang rempah yang pernah menjadi pusat kegiatan ekspor-impor. Setiap sudut kawasan ini menyimpan jejak peran penting Semarang dalam jalur perdagangan global pada abad ke-17 hingga ke-19.

Dalam beberapa tahun terakhir, revitalisasi besar-besaran menghidupkan kembali pesona Kota Lama. Trotoar ramah pejalan kaki, pencahayaan artistik, hingga acara budaya rutin menjadikan tempat ini destinasi favorit wisatawan lokal maupun mancanegara. Kota Lama Semarang bukan sekadar objek wisata, melainkan ruang hidup yang menggabungkan sejarah, budaya, dan kehidupan modern secara harmonis.

Awal Mula Terbentuknya Kota Lama

Sejarah Kota Lama Semarang bermula pada tahun 1678, saat Sultan Amangkurat II dari Kerajaan Mataram menandatangani perjanjian dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perusahaan dagang Belanda. Lewat kesepakatan ini, VOC mendapat hak untuk mendirikan benteng di tepi Kali Semarang, dekat kediaman bupati, sebagai basis perdagangan dan pertahanan. Letak Semarang yang strategis di pesisir utara Jawa, menghubungkan pelabuhan dengan jalur darat ke Kartasura, membuatnya incaran VOC untuk menguasai perdagangan rempah-rempah seperti cengkeh, lada, dan pala.

Benteng yang dibangun, dikenal sebagai Benteng Vijfhoek, menjadi cikal bakal Kota Lama. Pada awal abad ke-18, kawasan ini berkembang pesat menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan kolonial, disebut de Europeesche Buurt (Kampung Eropa). Permukiman Belanda, perkantoran, dan gudang dagang mulai berdiri, dihuni oleh komunitas multietnis: Belanda, Tionghoa, Arab, Melayu, dan Jawa. Tata ruang kota dirancang mirip kota-kota Eropa, dengan gereja di pusat, dikelilingi kantor pemerintahan, pasar, dan alun-alun, mencerminkan perencanaan kolonial yang rapi. Sebelum kedatangan Belanda, Semarang sudah dikenal sebagai pelabuhan perdagangan sejak abad ke-15, tetapi kehadiran VOC mempercepat transformasinya menjadi kota pelabuhan global.

Pengaruh Kolonial Belanda dalam Arsitektur

Arsitektur Kota Lama Semarang adalah perpaduan indah antara gaya Eropa dan adaptasi iklim tropis, menciptakan ciri khas yang disebut “Indies.” Bangunan-bangunan bergaya Kolonial, Art Deco, Renaissance, Baroque, dan Semarangan menonjol dengan elemen seperti jendela besar, pintu tinggi, langit-langit berkubah, dan luifel peneduh untuk sirkulasi udara. Kanal-kanal air, mirip kota-kota di Belanda, dibangun untuk drainase dan transportasi, memberikan julukan “Little Netherland.”

Gaya Art Deco Indies, seperti pada gedung kantor KPM karya F.J.L. Ghijsels (1917-1918), memadukan modernitas Eropa dengan detail lokal, seperti ornamen tropis. Bangunan sering menggunakan batu bata merah, atap genteng, dan serambi terbuka untuk menahan panas. Contohnya, jendela berkrepyak dengan luifel pada Konsulat Perancis di Jl. Letjen Suprapto, menunjukkan desain fungsional sekaligus estetik. Pengaruh lokal juga terlihat pada adaptasi bangunan untuk banjir rob, dengan lantai ditinggikan, seperti pada Masjid Layur. Arsitektur ini bukan hanya estetika, tapi juga cerminan kehidupan kolonial yang dinamis, menggabungkan fungsi perdagangan, pemerintahan, dan keagamaan.

Bangunan Bersejarah dan Fungsinya

Kota Lama Semarang memiliki sekitar 124 bangunan cagar budaya, banyak di antaranya masih berdiri kokoh sebagai saksi sejarah. Berikut beberapa yang ikonik:

1. Gereja Blenduk: Ikon Kolonial dengan Kubah Khas

Gereja Blenduk, didirikan pada tahun 1753 di jantung Kota Lama Semarang, adalah gereja Protestan tertua di Jawa Tengah, awalnya menjadi pusat ibadah komunitas Belanda dengan arsitektur kolonial yang megah dan kubah merahnya yang khas. Kini, gereja ini tetap aktif untuk kebaktian, sekaligus menjadi landmark wisata utama dan spot fotografi favorit berkat lokasinya yang strategis di tengah kawasan bersejarah, dikelilingi bangunan-bangunan kuno. Interior gereja yang sederhana namun elegan, dengan jendela kaca patri dan organ kuno, memancarkan pesona sejarah, sementara eksteriornya yang simetris menarik pengunjung untuk mengabadikan momen di bawah kubah yang ikonik. Suasana sekitar gereja yang tenang, dengan jalanan berbatu dan suasana nostalgia, menjadikannya destinasi wajib bagi pelancong yang ingin merasakan Semarang tempo dulu. Mudah diakses di pusat Kota Lama, Gereja Blenduk adalah simbol warisan kolonial yang masih hidup dan memikat.

2. Gedung Javasche Bank: Dari Bank Kolonial ke Galeri Kreatif

Gedung Javasche Bank, terletak di kawasan Kota Lama Semarang, awalnya adalah kantor bank kolonial Belanda yang sibuk dengan transaksi perdagangan pada abad ke-19, dengan fasad megah bergaya neoklasik yang mencerminkan kemakmuran masa itu. Kini, gedung ini bertransformasi menjadi Semarang Kreatif Galeri, sebuah ruang yang menampilkan kerajinan lokal seperti batik dan anyaman, serta kuliner UMKM seperti lumpia dan bandeng presto, menjadikannya pusat budaya yang hidup. Interior gedung yang luas, dengan langit-langit tinggi dan pilar-pilar kokoh, menciptakan suasana yang mengesankan, sementara pameran produk lokal mengundang pengunjung untuk berbelanja dan mendukung pengrajin Semarang. Lokasinya yang mudah dijangkau di jantung Kota Lama, dikelilingi bangunan bersejarah lainnya, menjadikan gedung ini destinasi ideal untuk menikmati perpaduan sejarah dan kreativitas, dengan suasana ramai yang dipenuhi semangat wirausaha lokal.

3. Gedung Oudetrap: Panggung Seni dari Era Kolonial

Gedung Oudetrap, yang berdiri di Kota Lama Semarang, dulunya adalah teater kolonial yang menghibur warga Belanda dengan pertunjukan musik dan drama pada abad ke-19, dengan arsitektur sederhana namun anggun yang mencerminkan fungsinya sebagai pusat hiburan. Kini, gedung ini telah menjadi ruang seni terbuka yang menyelenggarakan pertunjukan budaya seperti tari tradisional, musik lokal, dan pameran seni kontemporer, menarik seniman dan wisatawan yang ingin merasakan semangat kreatif Semarang. Suasana gedung yang intim, dengan panggung terbuka dan dekorasi minimalis, menciptakan pengalaman yang hangat dan interaktif, sering dihidupkan oleh acara-acara komunitas. Terletak di kawasan bersejarah yang mudah diakses, Gedung Oudetrap menawarkan perpaduan unik antara warisan kolonial dan ekspresi budaya modern, menjadikannya tempat yang sempurna untuk menikmati seni sambil menjelajahi Kota Lama.

4. Raad van Justitie: Dari Pengadilan ke Restoran Mewah

Raad van Justitie, berlokasi di Kota Lama Semarang, awalnya adalah kantor pengadilan kolonial Belanda yang menangani urusan hukum pada masa penjajahan, dengan bangunan kokoh bergaya Eropa yang menonjol di antara jalanan bersejarah. Setelah menjadi rumah dinas pendeta, gedung ini kini bertransformasi menjadi restoran ikan bakar mewah, menyajikan hidangan laut segar dengan suasana elegan yang memadukan pesona sejarah dan kuliner modern. Interior gedung yang luas, dengan ornamen klasik dan pencahayaan hangat, menciptakan pengalaman bersantap yang istimewa, sementara aroma ikan bakar dan rempah menambah daya tarik. Pengunjung dapat menikmati pemandangan Kota Lama dari teras restoran, menjadikannya tempat favorit untuk makan malam romantis atau acara keluarga. Mudah dijangkau di pusat kawasan bersejarah, Raad van Justitie menawarkan perjalanan kuliner yang dibalut nostalgia kolonial.

5. Masjid Layur: Warisan Melayu yang Tetap Hidup

Masjid Layur, berdiri sejak 1743 di kawasan Kampung Melayu, Semarang, adalah masjid komunitas Melayu dengan arsitektur lokal yang khas, menampilkan atap bertingkat dan tiang-tiang kayu yang sederhana namun penuh makna budaya. Kini, masjid ini tetap aktif sebagai tempat ibadah, dikelola oleh yayasan setempat sebagai cagar budaya yang menjaga warisan Melayu di tengah kota yang berkembang. Suasana masjid yang tenang, dengan menara ramping yang dijuluki “Layur” (berarti lidi), menciptakan aura spiritual dan historis, menarik jemaah maupun wisatawan yang ingin mengenal sejarah Islam di Semarang. Lokasinya yang agak tersembunyi di gang-gang Kampung Melayu, namun masih mudah dijangkau dari Kota Lama, menambah pesona otentik masjid ini. Masjid Layur adalah destinasi yang sempurna bagi mereka yang mencari ketenangan dan kekayaan budaya lokal di tengah hiruk-pikuk kota.

6. Toko Oen: Nostalgia Kuliner Era Kolonial

Toko Oen, terletak di Jl. Pemuda dekat Kota Lama Semarang, adalah restoran Belanda yang berdiri sejak awal abad ke-20, awalnya menyajikan masakan Eropa seperti bistik dan kue-kue klasik, serta hidangan Indonesia seperti nasi goreng untuk warga kolonial dan lokal. Kini, restoran ini tetap mempertahankan pesona bersejarahnya sebagai destinasi kuliner klasik, populer di kalangan wisatawan dengan menu ikonik seperti es krim rumah, lumpia, dan poffertjes, disajikan di tengah interior vintage dengan meja kayu, ubin kuno, dan dekorasi nostalgia. Suasana Toko Oen yang hangat, dengan pelayanan ramah dan aroma kopi yang menggoda, menciptakan pengalaman bersantap yang membawa pengunjung kembali ke era kolonial. Lokasinya yang strategis, mudah dijangkau dengan berjalan kaki dari Kota Lama, menjadikan Toko Oen tempat wajib untuk menikmati kuliner legendaris sambil merasakan sejarah hidup Semarang.

Peran Kota Lama dalam Perdagangan

Pada abad ke-18 dan 19, Kota Lama Semarang adalah pusat perdagangan utama di Jawa, menghubungkan Nusantara dengan Eropa, Tiongkok, dan Timur Tengah. Pelabuhan Semarang, dekat Benteng Vijfhoek, menjadi gerbang ekspor rempah-rempah, gula, dan kopi, serta impor tekstil dan barang Eropa. Pedagang Tionghoa, Arab, dan Melayu memenuhi pasar, menciptakan komunitas kosmopolitan.

Infrastruktur seperti kanal-kanal, Jembatan Berok (Gouvernementsbrug), dan stasiun kereta api (dekat Stasiun Tawang) mempermudah transportasi barang. Kantor-kantor dagang seperti NHM dan Handelsvereeniging Semarang mengelola perdagangan maritim, termasuk rute Jawa-Cina-Jepang. Pada masa kejayaannya, Kota Lama adalah “hub” ekonomi Asia Tenggara, dengan aktivitas perdagangan yang mendukung pembangunan gedung-gedung megah dan fasilitas publik seperti teater dan pasar. Pasca-kemerdekaan, peran perdagangan menurun, tetapi warisan infrastrukturnya tetap jadi daya tarik wisata.

Upaya Revitalisasi Kawasan Ini

Pada akhir abad ke-20, Kota Lama Semarang sempat terlantar, dengan banjir rob, bangunan rusak, dan kriminalitas tinggi. Kesadaran pelestarian muncul sejak 1996, diperkuat oleh Peraturan Daerah Kota Semarang No. 8/2003 yang bertujuan melindungi cagar budaya, mengembangkan pariwisata, dan menghidupkan ekonomi lokal. Pada 2012, Wali Kota Hendrar Prihadi menandatangani Piagam Komitmen Kota Pusaka, memulai revitalisasi besar-besaran.

Upaya revitalisasi meliputi:

Pelestarian: Pemugaran 60% dari 124 bangunan cagar budaya hingga 2021, seperti Gedung Javasche Bank dan Oudetrap, dengan menjaga keaslian arsitektur.
Rekonstruksi: Mengembalikan bentuk asli bangunan, seperti Taman Sri Gunting, dengan hati-hati agar tidak merusak nilai sejarah.
Pemanfaatan: Mengubah gedung tua jadi kafe, galeri, dan ruang seni untuk aktivitas ekonomi, seperti Galeri Industri Kreatif di bekas gudang PT PPI.
Kebijakan: Insentif pajak PBB dan kerja sama dengan swasta untuk mendorong pemilik bangunan berpartisipasi.
Festival: Festival Kota Lama tahunan sejak 2011, menampilkan musik, seni, dan kuliner, menarik wisatawan domestik dan mancanegara.

Tantangan seperti banjir dan sengketa kepemilikan properti diatasi dengan sistem drainase (Polder Tawang) dan penelusuran aset hukum. Hasilnya, Kota Lama kini jadi destinasi wisata unggulan, ditetapkan sebagai cagar budaya nasional pada 2020, dan diusulkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Namun, beberapa kritik menyebut revitalisasi terlalu komersial, seperti lampu jalan ala Victoria yang kurang autentik.

Yuk, lengkapi perjalananmu di Semarang dengan mengikuti Tur Semarang 1 Hari, beli tiketntya hanya di Traveloka!

Indonesia

Tur Semarang 1 Hari Lawang Sewu, Sam poo kong, Kota Lama, Cimory

8.0/10

Semarang Tengah

Rp 480.000

Rp 472.000

Kota Lama Semarang bukan sekadar destinasi wisata, tapi juga ruang untuk menyelami jejak sejarah yang berpadu dengan kehidupan masa kini. Setiap sudutnya menyimpan cerita, dari kejayaan perdagangan hingga transformasi menjadi kawasan kreatif yang hidup. Dengan suasana yang hangat dan beragam aktivitas menarik, Kota Lama mengundang siapa saja untuk datang, menikmati, dan mengenal lebih dekat warisan budaya Semarang. Jadi, kalau kamu berkunjung ke sini, sempatkan berjalan santai menyusuri kanal, mencicipi kuliner khas, dan tentu saja, temukan bangunan favoritmu yang mungkin menyimpan kisah tersendiri.

Dalam Artikel Ini

• Awal Mula Terbentuknya Kota Lama
• Pengaruh Kolonial Belanda dalam Arsitektur
• Bangunan Bersejarah dan Fungsinya
• 1. Gereja Blenduk: Ikon Kolonial dengan Kubah Khas
• 2. Gedung Javasche Bank: Dari Bank Kolonial ke Galeri Kreatif
• 3. Gedung Oudetrap: Panggung Seni dari Era Kolonial
• 4. Raad van Justitie: Dari Pengadilan ke Restoran Mewah
• 5. Masjid Layur: Warisan Melayu yang Tetap Hidup
• 6. Toko Oen: Nostalgia Kuliner Era Kolonial
• Peran Kota Lama dalam Perdagangan
• Upaya Revitalisasi Kawasan Ini
Hotel
Tiket Pesawat
Things to Do
Selalu Tahu Kabar Terbaru
Dapatkan berbagai rekomendasi travel & gaya hidup serta info promo terkini dengan berlangganan newsletter kami.
Langganan