Indonesia sudah dikenal dengan kain batiknya yang juga sudah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Bukan Benda Warisan Manusia pada 2 Oktober 2009. Banyak daerah di Nusantara yang memiliki corak batik yang khas, seperti di ujung timur Pulau Jawa, Kabupaten Banyuwangi juga dikenal memiliki kekayaan budaya berupa batik Banyuwangi.
Source: Shutterstock
Batik Banyuwangi memiliki motif yang khas dan berbeda dengan batik dari wilayah lain seperti Yogyakarta dan Solo. Motif-motif yang digunakan dalam batik Banyuwangi mencerminkan kekayaan alam dan budaya lokal, serta sering kali menggambarkan keindahan alam dan kehidupan sehari-hari masyarakat Banyuwangi.
Keunikan motif-motif ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar batik yang ingin memiliki koleksi yang beragam dan berbeda dari batik-batik lainnya. Tertarik dengan apa saja motif dari batik Banyuwangi? Simak ulasan dari Traveloka di bawah ini!
Sejarah batik Banyuwangi dimulai dari peristiwa penaklukan Kerajaan Blambangan oleh Kesultanan Mataram pada abad ke-17.
Pada masa tersebut, Kesultanan Mataram di bawah kekuasaan Sultan Agung melancarkan serangan ke wilayah timur, termasuk Blambangan, Panarukan, dan Blitar, pada tahun 1633 Masehi. Meskipun upaya penaklukan pertama mengalami kegagalan, Kesultanan Mataram berhasil menaklukkan Blambangan pada tahun 1636-1639 Masehi.
Setelah Blambangan dikuasai, banyak penduduknya yang dibawa ke pusat pemerintahan Mataram di Plered, Kotagede. Peristiwa ini diduga menjadi awal mula kemunculan batik Banyuwangi. Diketahui bahwa batik telah dikenal dalam tradisi keraton Jawa sejak abad ke-15, terutama pada masa pemerintahan Sultan Agung.
Oleh karena itu, kemungkinan besar penduduk Blambangan yang dibawa ke Mataram kemudian mempelajari seni batik dan membawanya kembali ke tanah kelahiran mereka.
Meskipun demikian, pengaruh Mataram dalam motif batik Banyuwangi tidak begitu terlihat. Berbeda dengan batik dari daerah lain seperti Madura, Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek yang jelas memiliki pengaruh Mataram. Hal ini diungkapkan oleh Azhar Prasetyo dalam bukunya "Batik Banyuwangi" (2007) yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Blambangan.
Source: Perpustakaan Digital Budaya Indonesia
Motif Kangkung Setingkes menggambarkan sayur kangkung yang diikat dalam satu ikatan. Meskipun sederhana, motif ini mencerminkan filosofi yang dalam. Kangkung merupakan tanaman liar yang mudah tumbuh dan subur, rasanya enak dan kaya akan kandungan kesehatan. Ikatan kangkung melambangkan kesatuan dan keutuhan dalam hubungan, serta pertumbuhan rasa persatuan di Banyuwangi dari berbagai unsur.
Motif batik Gajah Oling adalah motif tertua di Kabupaten Banyuwangi. Motif ini menggambarkan belalai gajah yang terlipat seperti tanda tanya dengan pengkayaan bunga kelapa dan kupu-kupu di tepinya.
Gajah merupakan simbol kebesaran, sementara "Oling" dalam bahasa Suku Using bermakna pengingat, menggambarkan pengingatan akan Tuhan sang pencipta. Bunga kelapa di bagian tepi motif melambangkan manusia yang bermanfaat seperti pohon kelapa yang setiap bagianannya digunakan untuk kebutuhan beragam.
Motif batik Galaran menggambarkan bambu yang dipecah-pecah namun tetap menyatu, melambangkan kreativitas masyarakat Banyuwangi. Galaran, tempat alas duduk atau tidur bagi orang Banyuwangi, menunjukkan kreativitas tinggi, terutama di Gintangan yang menjadi pusat perajin bambu.
Motif Kopi Pecah memiliki makna perjuangan dan pengorbanan. Goresan batik bergambar kopi yang pecah melambangkan proses panjang sebelum kopi bisa dinikmati, serta ekspresi perempuan Suku Using yang menumbuk kopi dengan lesung. Sebelum proses itu, sudah ada perjuangan mulai dari memetik, penjemuran, sangrai, hingga proses peleburan untuk menghasilkan aroma harum.
Source: X @hansen_65
Motif Manuk Kecaruk menggambarkan pertemuan dua burung, yang melambangkan kasih sayang, persahabatan, keindahan, dan keberlanjutan lingkungan. "Manuk" bermakna burung, sedangkan "kecaruk" dalam bahasa Using menunjukkan pertemuan yang tak disengaja.
Motif Paras Gempal mengambil inspirasi dari kata "Paras" yang mencerminkan kekerasan dan ketahanan, seperti bagian kasar di dasar sumur atau sungai. Tekstur keras ini mencerminkan usaha keras untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Namun, kata “gempal” menggambarkan potensi kerusakan atau pecahan. Paras yang keras bisa pecah jika masyarakat tidak saling mendukung dan memelihara kerukunan.
Motif batik Gedegan menyerupai anyaman bambu atau gedegan, dengan garis-garis melintang yang sederhana. Batik Banyuwangi adalah bagian dari warisan batik Jawa Timur, mencerminkan kehidupan dan kekayaan budaya daerah.
Motif Jajang Sebarong merupakan simbol persatuan dan perdamaian di Banyuwangi. “Jajang” adalah bambu dalam bahasa Suku Using, sedangkan “sebarong” adalah istilah umum untuk serumpun bambu. Seperti motif Kangkung Setingkes, Jajang Sebarong menunjukkan simbol persatuan dan perdamaian.
Source: Motif Batik
Motif batik Beras Kutah telah menjadi salah satu corak khas dari Banyuwangi selama bertahun-tahun, meskipun pencipta dan pemopulerannya tidak diketahui secara pasti. Dalam berbagai aplikasi batik khas Banyuwangi, Beras Kutah sering digunakan sebagai bagian dari gabungan motif batik khas daerah yang dijuluki the Sunrise of Java ini.
Secara visual, motif Beras Kutah menyerupai butiran beras yang tumpah dan dalam proses pembuatannya, motif ini menggunakan teknik stempel untuk menyusun butiran-butiran tersebut dengan rapi di atas kain.
Beras Kutah atau wos wutah mencerminkan semangat gemah ripah loh jinawi yang menggambarkan kedamaian, kemakmuran, dan kelimpahan. Di masa lampau, kemakmuran sering kali diidentifikasi dengan hasil panen yang melimpah. Motif batik Beras Kutah kemungkinan merupakan representasi dari kehidupan masyarakat agraris atau petani yang menghasilkan panen yang melimpah.
Secara filosofis, motif ini melambangkan harapan dan aspirasi untuk mencapai hasil panen yang melimpah atau kehidupan yang lebih sejahtera. Dapat diinterpretasikan pula sebagai simbol rezeki dan kelimpahan.
Motif batik Sembruk Cacing menggambarkan siklus kehidupan, di mana cacing sebagai pengurai membawa kesuburan pada tanah. Pola yang meliuk-liuk dan saling tumpang tindih melambangkan hubungan erat antarwarga Banyuwangi, serta jalinan silaturahmi dan kerukunan yang tidak terputus. Motif ini menjadi tema dalam acara tahunan Banyuwangi Batik Festival (BBF) tahun 2023.
Kain batik memiliki cara perawatan yang berbeda dengan Berikut adalah langkah-langkah untuk mencuci baju batik agar tidak luntur.
Sebelum digunakan, sebaiknya baju batik direndam selama 30 menit dengan air dingin untuk menjaga kecerahan warnanya. Kamu juga dapat menambahkan cuka ke dalam air rendaman untuk membantu mempertahankan warna batik agar tidak luntur.
Pisahkan baju batik dari pakaian lain saat mencucinya. Hal ini penting agar warna batik tidak tercampur dengan pakaian lain dan menghindari kemungkinan tercemar dengan warna lain.
Untuk mencuci baju batik yang sudah lama digunakan dan kotor, rendamlah dalam air hangat yang suam-suam kuku. Pastikan air tidak terlalu panas untuk mencegah warna batik luntur dan mempertahankan keawetan serat pakaian.
Gunakan deterjen yang lembut, terutama untuk batik dengan warna cerah atau bukan pewarnaan alami.
Selain memiliki banyak destinasi alam yang indah, Kabupaten paling ujung di Jawa Timur ini juga mempunyai batik Banyuwangi yang memiliki motif serta corak yang punya filosofi bermakna bagi masyarakatnya.
Ingin melihat secara langsung motif dari batik Banyuwangi? Gunakan Traveloka untuk perjalananmu ke Banyuwangi! Kamu bisa memesan tiket kereta sesuai dengan jadwalmu, booking hotel atau penginapan yang dekat dengan destinasi wisata hingga mengunjungi atraksi dan aktivitas seru yang hanya ada di kota tujuanmu.
Penginapan dan Hotel di Banyuwangi
Cari Penginapan dan Ho...
Lihat Harga