Meski gempuran teknologi dan modernisasi terus datang, nyatanya tradisi dan kebudayaan berbagai daerah Indonesia masih amat kental di kalangan masyarakatnya. Salah satu yang masih kerap digunakan adalah pakaian adat!
Tak hanya untuk pernikahan, beberapa baju adat juga turut digunakan dalam acara tertentu. Begitupun baju adat Sulawesi Tenggara yang turut membawa makna tertentu di setiap jenisnya. Dari pada penasaran, yuk langsung cari tahu penjelasan selengkapnya di sini!
Shutterstock.com
Sulawesi Tenggara adalah provinsi di Indonesia yang ditinggali beragam suku bangsa di antaranya Wawonii, Buton, Muna, Moronene, dan Tolaki. Nah, setiap suku yang mendiami wilayah ini punya kekhasan budayanya masing-masing, mulai dari makanan, kesenian, hingga pakaian adat tradisional.
Pakaian adat di Sulawesi Tenggara menjadi salah satu dari banyak aspek budaya yang dinilai penting dan bernilai sejarah. Pakaian adat memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing, bergantung pada suku yang jumlahnya tidak sedikit di Sulawesi Tenggara..
Meski begitu pada dasarnya, pakaian adat digunakan sebagai simbol yang mesti dikenakan masyarakat daerah ketika menjalankan sebuah upacara adat, di samping pakaian adat juga digunakan sebagai penanda status sosial.
Baju adat di Sulawesi Tenggara punya akar historis yang berhubungan dengan kerajaan atau kesultanan yang terdapat di wilayah ini.
Desain, motif, dan warna dari pakaian-pakaian adat Sulawesi Tenggara secara filosofis berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat di Kesultanan Buton, Kerajaan Konawe, dan Kerajaan Muna di masa lalu. Ketiganya adalah kerajaan maupun kesultanan yang bertempat di wilayah Sulawesi Tenggara.
Shutterstock.com
Ciri khas baju adat dari daerah Sulawesi Tenggara yang membuatnya berbeda dengan umumnya baju adat dari daerah lain adalah ada salah satu baju adat yang menggunakan kulit kayu sebagai bahan pakaian. Bahan tersebut menimbulkan aroma harum yang unik dan tidak dimiliki baju berbahan kain.
Ciri khas lain dari baju daerah Sulawesi Tenggara adalah penggunaan aksesoris atau hiasan berupa ikat kepala dari kain yang diulir berbentuk spiral. Penggunaan warna dari baju adat di Sulawesi Tenggara, utamanya suku Tolaki juga tidak sembarangan dan sarat akan makna.
Pada umumnya, saat ini baju adat Sulawesi Tenggara digunakan untuk keperluan acara adat, upacara perkawinan, serta acara atau upacara kebudayaan. Namun di luar itu, masih ada beberapa kelompok masyarakat di Sulawesi Tenggara yang menggunakan pakain adat khas Kalimantan Barat dalam kehidupan sehari-hari.
Baju adat Sulawesi Tenggara digunakan oleh seluruh kelas dan kalangan masyarakat suku tanpa terkecuali. Pakaian adat Sulawesi Tenggara tergolong cukup populer dan digunakan saat acara pernikahan, upacara adat, atau acara-acara sakral lainnya.
Untuk mengenal lebih lanjut mengenai baju-baju adat khas Sulawesi Tenggara, berikut ini akan kami paparkan nama-namanya beserta penjelasannya:
1. Baju adat Tolaki
Pakaian adat Tolaki terbagi menjadi dua jenis, yaitu untuk laki-laki dan perempuan. Pakaian adat yang digunakan pria disebut sebagai Babu Nggawi Langgai. Sementara nama pakaian adat Sulawesi Tenggara yang digunakan wanita suku Tolaki disebut sebagai Babu Nggawi.
Atasan pada pakaian adat Babu Nggawi Langgai diperuntukkan untuk laki-laki disebut Babu Kandiu. Atasan ini berbentuk kemeja rompi dengan lengan panjang dan hiasan keemasan di beberapa sisi bajunya. Umumnya berwarna merah atau kuning. Sedangkan bawahan untuk laki-laki adalah celana panjang yang diberi nama Saluaro Ala dengan desain dan warna senada dengan atasan.
Sementara pakaian adat Babu Nggawi untuk perempuan memiliki nama Lipa Hinoru untuk atasan dan balutan kain yang disebut Roo Mendaa untuk bawahan. Baju adat yang digunakan untuk atasan ini memiliki potongan kerah yang pendek sedangkan balutan bawahannya memiliki bentuk memanjang semata kaki.
Penggunaan warna pada baju adat suku ini tidak bisa sembarangan karena masing-masing warna punya maknanya sendiri. Warna hitam, untuk pengurus adat dan melambangkan kemampuan dalam membina adat istiadat masyarakat setempat.
Warna putih digunakan oleh tokoh adat yang melambangkan kesucian hati serta keluruhan bagi pemerintahan suku Tolaki Sementara warna digunakan oleh masyarakat yang melambangkan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat
2. Baju adat Buton
Sama halnya dengan baju adat Tolaki, baju adat Buton juga dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Pakaian adat pria bernama Dolomani terdiri dari baju, sarung, kaos untuk bagian dalam, celana, dan kopiah atau ikat kepala yang berwarna senada
Adapun para wanita suku Buton biasanya menggunakan pakaian adat Kombawa, yakni baju adat lengan pendek yang dihias dengan aksesoris kancing.
3. Baju adat Muna
Perbedaan mencolok dari baju adat Muna dibanding baju adat lainnya di Sulawesi Tenggara adalah penggunaan bawahan sarung yang dikenal sebagai bheta, baik untuk pria maupun wanita.
Baju adat Muna untuk pria terdiri dari tiga bagian yakni atasan yang disebut bhadu, bawahan sarung yang disebut bheta, serta celana yang dikenal sebagai Sala. Sementara wanita suku Muna menggunakan pakaian adat yang terdiri dari bhadu, bawahan sarung bheta serta kain yang dililitkan pada bagian pinggan yang dikenal sebagai kagogo.
Bhadu tersebut biasanya terbuat dari kain satin yang berwarna merah atau biru dan bisa berbentuk lengan panjang atau pendek. Nah, sarung yang menjadi bawahan baju adat Muna untuk wanita biasanya mencapai tiga lapis.
Untuk pakaian adat Tolaki yang digunakan Pria, biasanya memiliki aksesoris tambahan berupa ikat pinggang atau Sulepe, dan ikat kepala atau Pabele.
Sementara untuk pakaian adat wanita suku Buton biasanya dilengkapi dengan aksesoris kancing. Pakaian ini juga dilengkapi dengan berbagai jenis perhiasan, seperti anting-anting, gelang, maupun anting-anting dari emas.
Di bagian pinggang baju adat pria suku Buton biasanya menggunakan ikat pinggang terbuat dari kain satin yang disebut kabokena tanga.
Baju adat dari berbagai suku di Sulawesi Tenggara rata-rata menggunakan bahan utama kain satin untuk atasan maupun bawahannya. Namun terkhusus baju adat Suku Tolaki, menggunakan bahan serat kayu dari pepohonan di hutan Sulawesi Tenggara seperti pohon dalisi, otipulu, usongi, atau wehuka.
Cara membuatnya adalah kayu dari pohon-pohon tersebut direbus terlebih dahulu kemudian direndam agar teksturnya menjadi lembut. Sesudahnya, rebusan kayu yang sudah lembut akan dipukul hingga melebar dan tipis. Serat kayu lalu diambil dan dijahit untuk menjadi bahan dasar pembuatan pakaian.
Shutterstock.com
Pakaian adat di berbagai suku Sulawesi Tenggara umumnya digunakan untuk keperluan acara adat, upacara perkawinan, serta acara atau upacara kebudayaan. Meskipun jumlahnya amat jarang, tapi masih ada juga sejumlah kelompok masyarakat di Sulawesi Tenggara yang menggunakan pakain adat dalam kehidupan sehari-hari, terutama dari Suku Buton.
Saat kamu mau mengenakan baju adat Sulawesi Tenggara, pastikan jika ukuran baju yang akan kamu kenakan sesuai dengan ukuran badanmu, baik atasan, bawahan, hinga aksesoris-aksesoris pelengkapnya.
Kalau kamu kamu ingin merasakan pengalaman menggunakan pakaian adat Sulawesi Tenggara lalu mendokumentasikannya, kamu bisa berkunjung ke sejumlah desa wisata seperti Desa Wisata Wolowa Baru di Kabupaten Buton, atau Desa Wisata Sani-Sani di Kabupaten Kolaka kalau kamu ingin melihat adat istiadat masyarakat Tolaki.
Nah, agar perjalanan wisata ke Sulawesi Tenggara semakin menyenangkan, pastikan untuk selalu melakukan pemesanan tiket pesawat dan hotel hanya dengan aplikasi Traveloka. Dengan paket Traveloka tiket pesawat plus hotel kamu berkesempatan untuk liburan hemat kemana saja di seluruh dunia. Jadi, jangan ragu untuk download aplikasinya sekarang juga
Penginapan dan Hotel
Cari Hotel dengan prom...
Lihat Harga