Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Rumah Mamalia Langka di Barat Jawa

Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Rumah Mamalia Langka di Barat Jawa
Traveloka Accomodation
06 Mar 2021 - 4 min read

Taman Nasional Gunung Halimun Salak – Dengan rata-rata curah hujan yang tinggi, ditambah dengan berbagai macam gunung yang ada, Jawa Barat relatif memiliki banyak sumber air bagi masyarakatnya. Terhitung, ada Taman Nasional Gunung Ciremai yang dijuluki sebagai Atap Jawa Barat, yang sudah bertahun-tahun menjadi sumber daya utama berbagai kabupaten yang ada di sekitarnya.

Hal yang sama berlaku bagi Taman Nasional Gunung Halimun Salak, yang terletak di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Taman Nasional yang memiliki dua puncak ini menjadi sumber air utama bagi masyarakat sekitar.

Selain memberikan nilai pada masyarakat sekitar, Taman Nasional Salak Halimun juga menjadi rumah bagi berbagai macam makhluk hidup, termasuk mamalia dan berbagai jenis tumbuhan. Tak berhenti hanya di situ, beberapa masyarakat adat yang eksklusif juga bermukim di Taman Nasional ini, dua di antaranya adalah suku Baduy dan dan Kasepuhan Banten Kidul.

Hutan Lindung Hingga Taman Nasional Gunung Salak Halimun

Gunung Halimun Salak - Wisata Jawa Barat selain Bandung

Gunung Halimun Salak | Sumber gambar: Wikimedia

Sebelum resmi menjadi taman nasional, Gunung Halimun dan Gunung Salak berdiri masing-masing. Jika ditarik kebelakang, sejarah taman nasional ini membentang bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1924. Ketika itu, wilayah Gunung Halimun sudah masuk kategori sebagai hutan lindung dan ‘hanya’ memiliki luas sekitar 39 ribu ha. Luas ini hanya bertambah sedikit menjadi 40 ribu ha ketika Gunung Halimun resmi menjadi taman nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992. Salah satu hal yang menarik dari Taman Nasional Gunung Halimun saat itu sempat ‘diasuh’ oleh Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, sebelum di tahun 1997 memiliki unit pengelolaanya sendiri.

Perkembangan teknologi dan modernisasi membuat beberapa ekosistem alam di Pulau Jawa terancam keberlangsungannya, termasuk beberapa kawasan yang berdekatan dengan Gunung Halimun. Sehingga pada tahun 2003, Taman Nasional Gunung Halimun menyertakan Gunung Salak dan juga Gunung Endut,yang di masa itu merupakan hutan produksi, menjadi satu bagian dan wilayah konservasi ini diresmikan melalui SK Menteri Kehutanan nomor 175/Kpts-II/2003. Surat keputusan ini menjadi dasar utama berdirinya Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada tanggal 10 Juni 2003 yang mengover 113.357 ha.

Sesuai dengan iklim Kabupaten Sukabumi yang dingin dan sejuk, Taman Nasional Gunung Halimun Salak juga memiliki kelembapan yang tinggi, yaitu 88%. Ini tak mengherankan karena Taman Nasional Gunung Halimun Salak mengaliri 115 anak sungai yang ada di Kabupaten Sukabumi.

Kukang Jawa dan Ekosistem Taman Nasional Gunung Salak Halimun

Walaupun bisa menjadi alternatif untuk berlibur atau berwisata, taman nasional manapun, termasuk Taman Nasional Gunung Salak Halimun, tetap merupakan wilayah konservasi yang diperuntukkan untuk menjadi rumah yang nyaman bagi hewan langka ataupun tumbuhan yang sudah diambang punah.

Hal ini jugalah yang direspon dengan baik oleh Taman Nasional Gunung Salak Halimun yang sering menjadi tempat ‘pulang kampung’ hewan-hewan langka. Contoh terbaru adalah kukang jawa yang dilepaskan di Taman Nasional Gunung Salak Halimun pada bulan Desember tahun lalu. Selain kukang jawa, sebenarnya hewan dan tumbuhan apa saja yang turut membangun ekosistem di Taman Nasional Gunung Salak Halimun hingga kini?

Fauna

Seperti tetangganya yaitu Taman Nasional Gunung Ciremai, Taman Nasional Gunung Salak Halimun juga memiliki beberapa hewan langka serupa, seperti macan tutul jawa, kukang hingga macan hutan. Dari spesies burung ada beberapa burung yang berada di ambang kepunahan seperti gelatik jawa dan celepuk jawa. Total, Taman Nasional Gunung Salak Halimun memiliki 61 mamalia dan 244 jenis burung.

Flora

Menjadi salah satu taman nasional terbesar di Indonesia membuat tanaman yang tumbuh di Taman Nasional Gunung Salak Halimun juga beragam. Apalagi dengan fakta bergabungnya Gunung Salak dan Gunung Endut, membuat vegetasi di taman nasional ini sangatlah beragam. Total ada 500 jenis tumbuhan yang ada di taman nasional ini, termasuk bunga bangkai dan pakis sarang burung.

Destinasi Wisata di Taman Nasional Gunung Salak Halimun

Sudah menjadi rahasia umum dari dulu bahwa selain Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Ciremai, Gunung Salak menjadi salah satu daftar wajib bagi para pendaki, terutama yang tinggal di kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Perubahan status menjadi taman nasional bukan hanya membuat pemerintah daerah berbenah untuk membuat ekosistem alam yang nyaman, namun juga menggenjot beberapa tempat wisata, terutama bagi masyarakat yang kurang menyukai mendaki gunung.

Curug

Curug Pangeran

Menjadi sumber air bagi masyarakat sekitar dengan 115 sungai tentunya akan agak aneh jika Taman Nasional Gunung Salak Halimun tidak memiliki curug. Di taman nasional ini sendiri, kamu bisa berkunjung dan trekking hingga ke delapan curug. Setiap curug yang ada tentunya memiliki berbagai keunikan. Curug Pangeran yang mempunyai daya tempuh yang relatif sulit, misalnya, memiliki muara yang berwarna hijau toska.

Perkebunan Teh

Taman Nasional Gunung Salak Halimun juga memiliki perkebunan teh di tengah-tengah taman nasional. Dengan nama Perkebunan Teh Nirmala atau yang berarti suci, kamu bisa menyaksikan proses pengolahan teh hingga ke pabriknya, atau bersantai-santai di puncak perkebunan teh ini.

Canopy Trail

Taman Nasional Salak Halimun memiliki situs penelitian di dalamnya yang bernama Cikaniki. Nah, di sekitar tempat penelitian tersebut, ada canopy trail atau jembatan kanopi yang bisa menjadi spot berfoto kamu untuk diunggah di media sosial. Tenang, jembatan ini sudah terbukti aman, kok!

Memahami Budaya Rakyat Sekitar

Meskipun sudah menjadi taman nasional dan digalakkan beberapa tempat wisatanya, Taman Nasional Gunung Salak Halimun yang tumbuh di permukiman warga sekitar juga memiliki beberapa budaya turun temurun. Ini penting untuk dipahami sehingga nantinya jika kamu berencana untuk berkunjung ke taman nasional ini, tidak ada prosesi atau nilai budaya yang kamu rusak.

Utamanya, beberapa budaya ini berkaitan dengan proses bertanam dan memanen padi. Ada Nandur yang dilakukan ketika menanam padi, Meupeuk ketika padi mulai berbuah, Nganyaraan yang merupakan prosesi memasukan padi ke lumbung dan yang terakhir, Seren yang biasa terjadi di bulan Juli, sebagai tanda berakhirnya masa bertani.

Hotel
Tiket Pesawat
Things to Do
Selalu Tahu Kabar Terbaru
Dapatkan berbagai rekomendasi travel & gaya hidup serta info promo terkini dengan berlangganan newsletter kami.
Langganan