Tana Toraja di Sulawesi Selatan dikenal dengan beragam budaya dan tradisi uniknya, salah satunya adalah tradisi "mayat berjalan". Tradisi ini biasanya dilaksanakan dalam sebuah upacara adat yang disebut tradisi Ma'Nene. Dalam upacara ini, masyarakat Baruppu di pedalaman Tana Toraja mengganti pakaian mayat leluhur mereka.
Upacara Ma'Nene diadakan setiap tiga tahun sekali, biasanya pada bulan Agustus. Hal ini dikarenakan upacara tersebut hanya boleh dilakukan setelah musim panen yang jatuh pada bulan Agustus. Masyarakat adat Tana Toraja meyakini bahwa jika ritual Ma'Nene tidak dilakukan sebelum masa panen, sawah, dan ladang mereka akan rusak akibat serangan tikus dan ulat yang datang secara tiba-tiba.
Bagi kamu yang belum pernah mendengar tradisi yang satu ini, artikel dari Traveloka ini cocok untuk kamu!
Tradisi adat Ma’nene dilakukan untuk membersihkan, mengganti pakaian, dan mendandani fosil orang tua dan leluhur yang telah meninggal selama puluhan hingga ratusan tahun. Fosil-fosil tersebut dirawat dan diperlakukan seperti saat mereka masih hidup, sebagai bentuk kecintaan dan penghargaan dari keluarga yang masih hidup terhadap leluhur mereka.
Seluruh keluarga dan kerabat berkumpul di lokasi upacara adat, kemudian fosil atau jenazah dikeluarkan dari makam khas suku Toraja yang disebut Pa’tane, dan dibawa ke tempat upacara. Suku Toraja dikenal sangat menghormati leluhur mereka.
Upacara Ma’nene terdiri dari serangkaian kegiatan menarik lainnya, dimulai dengan membuka Pa’tane yang menurut adat harus disertai dengan penyembelihan hewan kurban, seperti babi (bai) atau kerbau (tedong). Setelah dibersihkan dan didandani, fosil leluhur disajikan berbagai makanan dan minuman yang mereka nikmati semasa hidup.
Pelaksanaan ritual Ma’nene tidak serentak, melainkan sesuai kesepakatan masing-masing daerah atau kepercayaan adat tertentu. Umumnya, upacara ini dilaksanakan setelah musim panen sebagai bentuk rasa syukur kepada leluhur atas hasil panen yang baik.
Meskipun tradisi ini masih berlangsung hingga saat ini, frekuensi pelaksanaannya tidak sesering dulu. Dahulu, ritual ini bisa dilakukan setiap tahun atau setiap setelah musim panen, namun sekarang dilakukan setiap tiga tahun sekali. Hal ini disebabkan oleh banyaknya anggota keluarga yang merantau keluar dari Tana Toraja dan tingginya biaya yang diperlukan untuk melangsungkan upacara adat ini.
Source: Traveloka
Ritual Ma'nene memiliki asal-usul yang menarik, berasal dari kisah seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek. Ketika berada di hutan pegunungan Balla, Pong menemukan seorang yang telah meninggal dengan kondisi yang memprihatinkan. Tanpa ragu, Pong membawa jasad tersebut dan mengenakannya pakaian yang pantas untuk pemakaman yang layak.
Setelah itu, Pong mengalami berkah yang luar biasa. Tanaman pertaniannya tumbuh lebih cepat dari biasanya, dan dia memiliki kesuksesan dalam perburuannya. Dari pengalaman ini, Pong menyimpulkan bahwa meskipun seseorang telah meninggal, mereka masih layak dirawat dan dihormati, meski bentuk fisiknya sudah berubah.
Pong kemudian mewariskan pesannya kepada penduduk Baruppu, dan mereka meneruskannya dengan setia melalui pelaksanaan ritual Ma'nene.
Baca Juga: 8 Bukit di Sulawesi yang Memanjakan Mata
Setelah memahami sejarahnya, mari kita eksplorasi proses pelaksanaan Tradisi Ma'nene Suku Toraja yang bertujuan untuk memberikan penghargaan dan menghormati jasad orang yang telah meninggal dunia.
Tradisi dimulai dengan mengunjungi lokasi pemakaman para leluhur yang terletak di pekuburan Patane di Lembang Paton, Kecamatan Sereale, Kabupaten Toraja Utara. Seorang tetua atau Ne’Tomina, dalam bahasa Toraja Kuno, memimpin doa. Keluarga kemudian membuka peti mati.
Langkah berikutnya adalah membersihkan mayat secara menyeluruh dari kepala hingga ujung kaki menggunakan kain dan kuas bersih. Setelah pembersihan selesai, mayat dikenakan pakaian yang baru dan layak. Kemudian, mayat kembali diletakkan dalam peti.
Selama prosesi, para lelaki membentuk lingkaran sambil menyanyikan lagu dan melakukan tarian sebagai ungkapan kesedihan, memberikan dukungan kepada keluarga yang ditinggalkan.
Source: Traveloka
1. Mayat Leluhur Tidak Membusuk
Di Desa Sillanang, mayat-mayat utuh pertama kali ditemukan di sebuah gua. Saat ditemukan, mayat-mayat tersebut tidak mengalami pembusukan. Yang menarik, mayat-mayat utuh tersebut tidak melalui proses balsem atau perlakuan khusus lainnya. Keutuhan mayat tersebut terjadi secara alami.
Masyarakat setempat meyakini bahwa ada zat tertentu di dalam gua tersebut yang memiliki khasiat untuk mengawetkan mayat manusia.
2. Leluhurnya Dianggap dari Langit dan Bumi
Tradisi Ma' Nene sangat terkait dengan keyakinan masyarakat Toraja bahwa leluhur mereka yang dianggap suci berasal dari alam langit dan bumi.
Mereka meyakini bahwa tidak semestinya jasad orang yang telah meninggal dikuburkan di dalam tanah, karena hal itu dianggap akan merusak kesucian bumi dan dapat berdampak pada kesuburan tanah.
3. Berkomunikasi dengan Dunia Gaib
Banyak yang ingin tahu apakah masyarakat Toraja benar-benar berhasil berhubungan dengan dunia gaib melalui Ritual Ma Nene. Beberapa warga desa mengklaim bahwa mereka menerima pesan dan arahan dari roh-roh leluhur yang telah meninggal, tetapi hal ini belum pernah dapat diverifikasi secara ilmiah.
4. Terkadang Masyarakat Mengalami Pengalaman Supranatural
Sejumlah individu yang ikut dalam Ritual Ma Nene melaporkan pengalaman supranatural yang menakutkan. Mereka menyatakan bahwa mereka melihat bayangan-bayangan aneh, mendengar suara-suara misterius, dan bahkan merasakan sentuhan dingin yang tak terlihat selama upacara tersebut.
Munculnya rasa persatuan berdasarkan pada empati dan solidaritas atas pengalaman hidup yang saling terbagi. Interaksi sosial yang terjalin selama pelaksanaan upacara adat mencerminkan nilai-nilai sosial yang terdapat dalam masyarakat.
Peningkatan kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan yang diwujudkan melalui ritual doa dan ungkapan syukur atas hasil panen. Perawatan hubungan dengan leluhur ditunjukkan melalui aksi penyembelihan hewan kurban dan doa bersama.
Tradisi Ma'nene menegaskan keberadaan nilai-nilai budaya yang mendasar yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia sejak zaman kuno. Ritual ini adalah manifestasi dari budaya yang diperkaya dan dilestarikan dari generasi ke generasi.
Sebelum pelaksanaan upacara Ma'nene, keluarga terlibat dalam diskusi dan kesepakatan tentang pemilihan pakaian dan perlengkapan upacara. Proses musyawarah ini mencerminkan nilai-nilai kerjasama dan persetujuan dalam masyarakat.
Keberhasilan upacara Ma'nene tergantung pada keterlibatan dan keterpaduan seluruh anggota keluarga dan kerabat dalam menunaikan tanggung jawab masing-masing. Tanpa kerjasama dan tanggung jawab yang baik, pelaksanaan upacara tidak akan efektif dan tujuannya tidak akan tercapai. Tanggung jawab di sini mencakup kesiapan dan kemampuan untuk memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan.
Itu dia beberapa penjelasan penting tentang tradisi Ma’nene yang sudah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Tana Toraja. Mereka meyakini jika mayat leluhur mereka bukan jasad yang menyeramkan atau harus ditakuti, tetapi mereka percaya bahwa jasad leluhurnya bisa menemani dan menjaga mereka di alam ini.
Ingin melihat secara langsung tradisi yang ada di Pulau Sulawesi ini? Kamu bisa pesan tiket pesawat di Traveloka sekarang! Kamu juga bisa menelisik pemandangan alam di pulau ini dengan menyewa mobil rental agar perjalanan semakin nyaman. Telusuri juga atraksi dan aktivitas seru saat kamu berada di kota tujuan di Traveloka agar liburanmu semakin seru!
Penginapan dan Hotel di Makassar
Cari Hotel di Makassar...
Lihat Harga