Xperience Team
22 Feb 2022 - 2 min read
Indonesia tengah menghadapi gelombang ketiga pandemi seiring dengan lonjakan kasus positif COVID-19. Pada hari Selasa, 22 Februari, tercatat tambahan 57.491 kasus positif virus corona. Angka ini naik dibanding penambahan 34.418 kasus positif di hari Senin (21/2), tetapi lebih rendah dari penambahan pada tanggal 16 Februari yang mencapai 64.718 kasus baru, tertinggi sejak pandemi dimulai pada bulan Maret 2020.
Lonjakan ini dipengaruhi oleh virus COVID-19 yang bermutasi menjadi varian baru. Varian B.1.1.529, atau lebih dikenal sebagai Omicron, telah ditetapkan sebagai varian virus yang perlu diwaspadai oleh WHO pada 26 November 2021. Pasalnya, penelitian menyebut varian Omicron lebih cepat menular dibanding virus asli penyebab COVID-19 dan varian Delta.
Sebagai perbandingan, varian Delta yang memicu gelombang kedua pandemi di Indonesia tahun lalu memiliki 9 - 13 mutasi. Sementara Omicron telah mengalami 50 kali mutasi, termasuk 32 mutasi di protein spike. Protein spike adalah tonjolan menyerupai bentuk paku yang terletak di permukaan virus. Bagian protein spike inilah yang menjadi jalan masuk virus ke sel tubuh kita.
Berdasarkan data sementara, gejala yang dialami oleh orang yang terinfeksi varian Omicron cukup mirip dengan flu atau varian Delta. Gejala tersebut meliputi:
Gejala Omicron Ringan
Gejala Omicron Berat
Terdapat beberapa perbedaan antara gejala varian Omicron dengan flu atau varian Delta. Perbedaan tersebut adalah:
Gejala Omicron yang jarang dialami penderita flu
Gejala Delta yang jarang dialami pada infeksi Omicron
WHO menyebut menurut laporan awal, varian Omicron menyebabkan gejala yang lebih ringan dibanding varian Delta. Meskipun begitu, varian ini masih menjadi ancaman bagi kelompok rentan yaitu lanjut usia, balita, orang yang belum divaksin, dan orang dengan penyakit bawaan (komorbid).
Untuk memastikan gejala yang dialami adalah infeksi COVID-19 atau flu, Anda perlu melakukan tes antigen atau RT-PCR COVID-19. Namun, tes ini belum dapat digunakan untuk mengetahui jenis varian yang menginfeksi sel tubuh. Untuk mendeteksi jenis varian, diperlukan teknologi pengurutan genom (genome sequencing) yang hanya tersedia di laboratorium tertentu.
Para ilmuwan menyatakan vaksin efektif mengurangi risiko terkena gejala parah dari varian Omicron. Meskipun begitu, penularan Omicron yang sangat mudah dan cepat membuat vaksin tidak sepenuhnya menjamin seseorang terhindar dari infeksi. Maka, ilmuwan menyarankan masyarakat melakukan vaksinasi booster (vaksin ketiga) untuk meningkatkan antibodi terhadap mutasi virus COVID-19.
Di Indonesia, vaksin disebut terbukti membantu mengurangi sakit parah, rawat inap, dan kematian akibat infeksi varian Omicron. Dalam keterangan pers virtual pada hari Senin (21/2), Koordinator PPKM untuk Pulau Jawa dan Bali Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan mayoritas pasien COVID-19 yang meninggal belum menerima vaksin dosis lengkap. Ia mengatakan terdapat 2.408 pasien meninggal selama gelombang ketiga pandemi, 73% diantaranya belum divaksin lengkap, 53% adalah lansia, dan 46% memiliki komorbid. Adapun komorbid atau penyakit bawaan terbanyak adalah diabetes mellitus.
Untuk mencegah penularan dan penyebaran varian Omicron, masyarakat dihimbau untuk melakukan langkah-langkah berikut ini:
Referensi: