Memahami hak pesangon sangat penting bagi setiap karyawan dan divisi HR di Indonesia, terutama dalam menghadapi situasi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
Pesangon merupakan bentuk perlindungan finansial bagi karyawan yang terkena PHK, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Artikel ini akan membahas cara menghitung pesangon berdasarkan ketentuan terbaru dalam Undang-Undang Cipta Kerja, termasuk perubahan signifikan yang membedakannya dari aturan sebelumnya.
Selain itu, artikel ini juga mengulas faktor-faktor yang memengaruhi besaran pesangon, seperti masa kerja, jenis kontrak, dan alasan PHK. Penjelasan praktis serta contoh perhitungan yang mudah dipahami turut disertakan, sehingga kamu bisa lebih siap menghadapi situasi PHK dan menentukan langkah terbaik untuk karier ke depan.
Jangan lewatkan informasi penting ini agar kamu atau tim HR dapat memastikan hak karyawan tetap terpenuhi dengan baik.
Pesangon adalah hak finansial yang wajib dibayarkan oleh perusahaan kepada pegawai yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ketentuan ini tertulis jelas dalam UU Ketenagakerjaan dan terus diperbarui melalui UU Cipta Kerja guna memastikan perlindungan hak-hak pekerja tetap terjamin.
Pesangon diberikan sebagai bentuk kompensasi kepada karyawan yang kehilangan pekerjaan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup selama masa transisi mencari pekerjaan baru.
Pesangon berbeda dengan dana pensiun. Dana pensiun merupakan manfaat yang diberikan kepada karyawan setelah mencapai usia pensiun, biasanya sebagai hasil dari kontribusi bersama antara karyawan dan perusahaan selama masa kerja.
Sementara itu, pesangon diberikan jika seseorang berhenti bekerja akibat PHK, baik karena efisiensi perusahaan, restrukturisasi, ataupun alasan lainnya yang tercantum dalam peraturan ketenagakerjaan. Pesangon menjadi salah satu upaya untuk memberikan rasa aman bagi pekerja di tengah ketidakpastian dunia kerja.
Salah satu perubahan besar yang diatur dalam UU Cipta Kerja adalah mekanisme perhitungan pesangon bagi karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jika sebelumnya perhitungan pesangon hanya menggunakan faktor pengali tetap, kini UU Cipta Kerja menetapkan faktor pengali yang bervariasi, yaitu antara 0,5 hingga 2 kali, tergantung pada alasan PHK tersebut.
Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan keadilan dalam pemberian pesangon, di mana besaran hak yang diterima karyawan akan menyesuaikan kondisi atau alasan di balik PHK. Perubahan ini tentunya membawa dampak besar terhadap total hak karyawan yang terkena PHK, sekaligus memberikan fleksibilitas bagi perusahaan dalam mengatur kewajiban pesangon mereka.
UU Cipta Kerja Pasal 156 Ayat 2 membagi pesangon berdasarkan lama masa kerja sebagai berikut:
Masa Kerja | Pesangon yang Diberikan |
< 1 tahun | 1 bulan gaji |
≥ 1 tahun - < 2 tahun | 2 bulan gaji |
≥ 2 tahun - < 3 tahun | 3 bulan gaji |
≥ 3 tahun - < 4 tahun | 4 bulan gaji |
≥ 4 tahun - < 5 tahun | 5 bulan gaji |
≥ 5 tahun - < 6 tahun | 6 bulan gaji |
≥ 6 tahun - < 7 tahun | 7 bulan gaji |
≥ 7 tahun - < 8 tahun | 8 bulan gaji |
≥ 8 tahun | 9 bulan gaji |
|
|
Selain pesangon, karyawan berhak mendapatkan UPMK berdasarkan masa kerja:
Masa Kerja | UPMK yang Diberikan |
3-6 tahun | 2 bulan gaji |
6-9 tahun | 3 bulan gaji |
9-12 tahun | 4 bulan gaji |
12-15 tahun | 5 bulan gaji |
15-18 tahun | 6 bulan gaji |
18-21 tahun | 7 bulan gaji |
21-24 tahun | 8 bulan gaji |
≥ 24 tahun | 10 bulan gaji |
|
|
UPH diberikan kepada karyawan apabila masih terdapat hak-hak yang belum terpenuhi oleh perusahaan. Hak-hak tersebut dapat mencakup cuti yang belum diambil, biaya relokasi yang seharusnya ditanggung oleh perusahaan, serta hak-hak lainnya yang tercantum dalam perjanjian kerja atau kebijakan perusahaan.
Hal ini bertujuan untuk memastikan karyawan menerima semua fasilitas dan kompensasi yang menjadi hak mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perhitungan akhir pesangon diatur berdasarkan alasan PHK melalui faktor pengali tertentu di dalam UU Cipta Kerja:
Cara Hitung Pesangon
Rumus pesangon = (Pesangon + UPMK) x Faktor Kali + UPH
Nama: Rusman
Gaji terakhir: Rp10.000.000
Masa Kerja: 7 tahun 4 bulan
Alasan PHK: Perusahaan efisiensi karena rugi (faktor kali 0,5)
(Pesangon + UPMK) x Faktor Kali + UPH
(Rp80.000.000 + Rp30.000.000) x 0,5 + Rp9.000.000
= Rp110.000.000 x 0,5 = Rp55.000.000 + Rp9.000.000
= Rp64.000.000 (total pesangon yang didapat Budi)
Kamu berhak menerima pesangon jika:
Pesangon tidak diberikan jika pegawai mengundurkan diri atas kemauan sendiri, melanggar kontrak kerja, atau terkena sanksi pidana.
Sebelum UU Cipta Kerja diberlakukan, sebagian besar perhitungan pesangon untuk PHK menggunakan faktor kali tetap, yaitu 1x atau 2x sesuai dengan ketentuan sebelumnya. Namun, setelah UU Cipta Kerja, perhitungan pesangon menjadi lebih fleksibel dan menyesuaikan alasan di balik PHK itu sendiri.
Faktor kali bisa lebih kecil, terutama jika perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang sulit atau menghadapi tantangan besar dalam operasionalnya. Meskipun demikian, perhitungan ini tetap harus mengacu pada aturan legal yang berlaku untuk memastikan bahwa karyawan tetap mendapatkan hak yang adil dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara perlindungan tenaga kerja dan keberlangsungan usaha.
Pahami cara menghitung pesangon berdasarkan UU Cipta Kerja agar kamu bisa memastikan hakmu jika sewaktu-waktu mengalami PHK. Pesangon merupakan hak pekerja yang wajib diberikan oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk masa kerja, gaji terakhir, dan faktor lainnya. Jika butuh info lebih lanjut, akses regulasi resmi atau konsultasikan dengan konsultan ketenagakerjaan terpercaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam.
Pastikan semua dokumen terkait seperti kontrak kerja, slip gaji, dan surat-surat lainnya selalu lengkap dan terarsip dengan baik agar proses pengajuan hakmu berjalan lancar. Jangan ragu untuk mencari informasi tambahan demi melindungi hak-hakmu sebagai pekerja.