
Di tengah pesatnya perkembangan sosial dan teknologi di Indonesia, istilah konsumtif makin sering terdengar di berbagai percakapan sehari-hari. Ini bisa terjadi dalam ruang keluarga, kantor, hingga diskusi online. Tak jarang, perilaku konsumtif dianggap wajar sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras atau sebagai bagian dari gaya hidup modern.
Namun, apakah kita benar-benar paham makna konsumtif, ciri-cirinya, dampak buruknya, serta cara terbaik untuk mengatasinya? Artikel ini akan mengupas tuntas perilaku konsumtif di Indonesia, dengan penjelasan yang mudah dipahami dan solusi praktis yang relevan dengan kehidupan masyarakat masa kini.
Mari kita mulai dengan memaknai apa itu konsumtif. Banyak orang menyamakan kata ini dengan "konsumerisme", padahal kedua istilah tersebut memiliki fokus yang berbeda. Konsumtif lebih menyoroti perilaku individu atau kelompok dalam mengonsumsi barang dan jasa secara berlebihan, sering kali di luar batas kebutuhan yang sebenarnya.
Para ahli telah merumuskan definisi konsumtif dari sudut pandang yang berbeda. Ini penting agar kita tidak sekadar menilai perilaku konsumtif sebagai "boros", tapi memahami aspek di baliknya. Dalam ilmu ekonomi, perilaku konsumtif adalah kecenderungan seseorang atau kelompok untuk membeli barang dan jasa secara berlebihan, dengan tujuan utama mendapatkan kepuasan maksimal, bukan sekadar memenuhi kebutuhan pokok.
Misalnya, Anda membeli smartphone model terbaru, padahal smartphone yang lama masih berfungsi baik. Penulis ekonomi seperti Tambunan dan Fromm menekankan bahwa perilaku konsumtif ditandai dengan keputusan membeli berdasarkan keinginan daripada kebutuhan, sering kali tanpa pertimbangan rasional, demi sensasi dan hasrat akan kepemilikan barang baru.
Secara psikologis, konsumtif kerap dihubungkan dengan dorongan emosi, tekanan sosial, atau kebutuhan aktualisasi diri. Dengan kata lain, individu membeli sesuatu lebih karena alasan psikologis, seperti ingin diakui, merasa lebih percaya diri, atau sekadar menghilangkan stres, daripada kebutuhan riil. Contoh nyata adalah kebiasaan shopping sebagai "penghilang galau", atau kecenderungan membeli barang yang digunakan oleh orang-orang sekitar.
Setelah memahami pengertiannya, penting bagi kita mengenali ciri-ciri konsumtif. Ciri ini membedakan antara kebiasaan membeli yang bijak dan perilaku membeli yang keluar dari jalur kebutuhan logis.
Beberapa karakteristik perilaku konsumtif yang umum dijumpai di masyarakat Indonesia antara lain:
Beberapa indikator konsumtif mudah dikenali dalam rutinitas harian masyarakat Indonesia.
Perilaku konsumtif memiliki dampak yang luas, bukan hanya pada finansial individu, tapi juga pada ekosistem sosial dan ekonomi nasional. Berikut beberapa dampak negatif paling umum dari perilaku konsumtif:
Strategi utama untuk mengendalikan perilaku konsumtif adalah dengan memperbaiki pola pikir dan kebiasaan keuangan.
Di tengah pesatnya digitalisasi dan kemudahan bertransaksi online, godaan konsumtif memang semakin besar. Namun, platform digital seperti Traveloka justru bisa menjadi solusi untuk gaya hidup konsumsi yang lebih bijak dan cerdas.
Traveloka menghadirkan berbagai fitur yang memungkinkan Anda merencanakan perjalanan dan aktivitas dengan kontrol anggaran yang optimal. Dengan fitur price alert, Anda dapat memantau perubahan harga tiket pesawat, hotel, atau aktivitas favorit sehingga bisa mendapatkan penawaran terbaik sesuai anggaran. Selain itu, berbagai diskon menarik yang rutin ditawarkan membantu Anda menghemat biaya perjalanan.
Hal lain yang membuat pengalaman bertransaksi di Traveloka semakin mudah dan fleksibel adalah TPayLater. Opsi pembayaran dengan TPayLater memungkinkan Anda untuk melakukan pembayaran sekarang dan membayar nanti dalam bentuk cicilan tanpa kartu kredit. Dengan metode pembayaran ini, Anda bisa merencanakan perjalanan impian tanpa harus menunggu dana penuh tersedia.










