Niatmu hanya bersandar pada pintu, tapi malah tak sengaja mendorongnya hingga terbuka dan membuatmu jatuh duduk. Sakit. Kamu mengaduh.Kini kamu berada di dalam sebuah rumah. Dindingnya terbuat dari papan kayu dengan banyak sekali celah berlubang di sekat-sekatnya. Pantas saja semennya lembab. Angin membawa rintik hujan menerobos celah-celah tadi.|KAK!|Kamu terperangah oleh kehadiran seorang anak kecil di sampingmu. Anak perempuan yang usianya sekitar empat sampai lima tahun. Rambut pendeknya dikuncir dua. Wajahnya punya banyak sekali bercak putih. Sekilas tampak seperti panau, hanya lebih gelap dan sedikit bengkak.Anak itu mendekap sebuah kertas karton yang ukurannya sebesar permainan monopoli. Dengan mata lebar yang jarang berkedip itu, ia menyambut riang kehadiranmu.|TEMENIN AKU MAIN, YUK!|Kamu mengerutkan dahi. Kamu tidak kenal anak itu, kamu bahkan bukan tamu. Hanya seorang yang sedang sial jatuh ke dalam rumah orang. Anak itu masih menceracau. Mengucapkan “Yuk, yuk, yuk,” berkali-kali dengan desis yang mengganggu. Keanehan itu membuatmu lupa untuk bangun.Pelan kamu bangkit sambil mengaduh.|JANGAN PERGI DULU, KAK. TEMENIN AKU MAIN!|Anak itu memaksa. Ia tidak tahu kalau kamu sedang pusing memikirkan temanmu yang hilang. Belum lagi hujan deras yang tiba-tiba, di sebuah gang gelap yang miskin penerangan, kamu punya semua alasan untuk menolak.|NANTI AKU KASIH TAHU KE MANA TEMAN KAKAK PERGI|Tidak bisa dipercaya kamu sedang bernegosiasi dengan anak kecil. Ini transaksi yang konyol, tapi karena kamu butuh informasi, kamu pun setuju.Anak itu menyodorkan kertas yang ia dekap, yang ternyata sebuah permainan ular tangga.Kamu menepuk jidat. Harusnya kamu terima saja payung pemberian perempuan tadi, dan pergi menerobos hujan. Rasanya itu lebih baik dari pada terjebak di rumah yang gelap, bermain ular tangga bersama anak kecil yang aneh.Permainan dimulai. Mula-mula kamu malas, lama-lama jadi antusias. Kamu lupa kalau lawanmu adalah anak kecil. Saat giliranmu tiba, dadumu terpental cukup jauh. Kamu memungutnya, mendapati sebuah angka enam. Langkah yang cukup untuk mengantarkanmu jadi pemenang.|DAPAT BERAPA, KAK?|Tanya anak itu. Sejujurnya, senyum anak itu sudah redup sejak di tengah permainan. Ia merasa tertinggal, dan sekarang kamu merasa tidak enak jika mengalahkannya.