Ketika kamu mencari pengalaman budaya tak terlupakan di Tiongkok, Festival Chongyang seharusnya masuk dalam daftar kunjunganmu. Festival ini bukan sekadar perayaan musiman, melainkan cerminan dari filosofi hidup, penghormatan antar generasi, hingga kekayaan tradisi spiritual yang telah diwariskan selama ribuan tahun.
Banyak pelancong mungkin lebih akrab dengan perayaan besar seperti Imlek atau Festival Lentera, tetapi Chongyang, atau Festival Double Ninth, menyimpan keunikan tersendiri yang justru membuatnya lebih intim serta penuh makna. Jika kamu tertarik memahami Tiongkok bukan hanya dari sisi destinasi wisata, tapi juga nilai-nilai kulturalnya, maka mengenal Chongyang adalah langkah awal tepat untukmu.
Chongyang Festival (重阳节), secara harfiah berarti "Festival Sembilan Kembar", karena dirayakan pada tanggal 9 bulan 9 dalam kalender lunar Tiongkok. Dalam filosofi Yin-Yang, angka sembilan dianggap sebagai angka "Yang" (maskulin dan aktif). Kombinasi ganda dari angka sembilan ini dianggap sebagai puncak dari energi "Yang", sehingga dipercaya sebagai hari penuh kekuatan dan berkah.
Dalam sejarah awalnya, Chongyang dipercaya sebagai hari untuk mengusir roh jahat, penyakit, serta nasib buruk, melalui serangkaian ritual seperti mendaki gunung dan mengenakan tanaman penangkal roh. Namun kini, maknanya telah bergeser menjadi hari penghormatan kepada lansia dan leluhur, menjadikan Chongyang sebagai momen penting dalam konteks sosial serta budaya Tiongkok modern.
Sejak tahun 1989, pemerintah Tiongkok secara resmi menetapkan Chongyang sebagai Hari Nasional Lansia, menegaskan pentingnya penghargaan terhadap generasi tua dalam struktur masyarakat.
Wed, 10 Sep 2025
Hainan Airlines
Jakarta (CGK) ke Beijing (PEK)
Mulai dari Rp 3.063.500
Wed, 3 Sep 2025
Air Macau
Jakarta (CGK) ke Beijing (PEK)
Mulai dari Rp 3.213.600
Sat, 13 Sep 2025
Shandong Airlines
Jakarta (CGK) ke Beijing (PEK)
Mulai dari Rp 3.413.300
Selama Festival Chongyang berlangsung, kamu akan menemukan berbagai ritual dan kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Masing-masing memiliki simbolisme serta filosofi tersendiri, yang memperkaya makna dari festival ini.
Salah satu tradisi paling khas adalah mendaki ke tempat tinggi. Tempat ini bisa berupa gunung, bukit, atau bahkan menara kota. Dalam kepercayaan lama, aktivitas ini dipercaya dapat mengusir energi negatif serta membawa kesehatan serta keberuntungan. Selain itu, aktivitas ini juga menjadi bentuk refleksi spiritual. Naik ke tempat tinggi sebagai simbol meningkatnya kesadaran dan kebijaksanaan hidup.
Warga Tiongkok juga akan mengenakan atau membawa bunga zhuyu (Cornus officinalis), tanaman herbal yang diyakini mampu menangkal energi buruk. Dalam budaya rakyat, bunga ini bukan sekadar hiasan, tapi juga pelindung dari penyakit dan malapetaka.
Festival tentu tak lengkap tanpa makanan khasnya. Pada Chongyang, masyarakat Tiongkok menikmati kue berlapis bernama “Chongyang Gao”. Kue ini berbahan dasar tepung ketan dan bisa diisi dengan kurma merah, kacang-kacangan, atau buah kering lainnya. Menariknya, kata “gao” dalam bahasa Mandarin memiliki arti “tinggi”, yang menjadi simbol harapan akan kemajuan, prestasi, serta umur panjang.
Chongyang juga menjadi momen untuk mengenang leluhur, mirip seperti saat Festival Qingming. Keluarga akan berkumpul untuk membersihkan makam, menyalakan dupa, serta mempersembahkan makanan. Ini adalah wujud nyata dari berbakti, nilai penting dalam budaya Tiongkok yang menekankan bakti anak kepada orang tua dan leluhur mereka.
Di tengah arus modernisasi serta kehidupan yang serba cepat, Festival Chongyang tetap memiliki tempat istimewa dalam budaya Tiongkok. Festival ini menjadi pengingat akan pentingnya menghargai waktu, umur panjang, dan pengalaman hidup, nilai-nilai yang sering kali terabaikan dalam masyarakat urban yang individualistik. Chongyang secara khusus menekankan pentingnya peran generasi tua dan mengajak masyarakat untuk tidak melupakan kontribusi serta kebijaksanaan mereka.
Di era sekarang, Chongyang tidak hanya menjadi perayaan tradisional, tapi juga bentuk nyata jembatan antar generasi. Festival ini mendorong refleksi sekaligus aksi, khususnya dari generasi muda, untuk lebih peduli terhadap lansia dan menjaga hubungan harmonis dalam keluarga serta masyarakat. Nilai “filial piety” atau bakti kepada orang tua yang menjadi inti festival ini tetap dijaga dan diwariskan dari waktu ke waktu.
Sebagai bentuk aktualisasi, banyak sekolah dan komunitas di Tiongkok mengadakan kegiatan sosial selama Chongyang, seperti kunjungan ke panti jompo, pertunjukan seni untuk lansia, hingga program kolaboratif antara anak-anak dan orang tua. Selain menjadi bentuk penghormatan, aktivitas ini juga berfungsi sebagai edukasi nilai sosial dan budaya, yang mengakar kuat dalam filosofi hidup masyarakat Tiongkok.
Festival Chongyang umumnya berlangsung pada bulan Oktober dalam kalender Gregorian, ketika Tiongkok memasuki musim gugur. Ini adalah waktu yang sangat ideal untuk traveling, karena suhu udara mulai sejuk, langit cerah, dan dedaunan berubah warna menjadi merah dan keemasan, suasana yang sangat mendukung untuk menikmati kegiatan luar ruangan seperti mendaki bukit atau berziarah ke makam leluhur, dua aktivitas utama dalam perayaan Chongyang.
Untuk kamu yang ingin merasakan nuansa Chongyang secara langsung, beberapa destinasi berikut sangat direkomendasikan. Beijing, misalnya, menawarkan pengalaman mendaki ke Fragrant Hills dengan latar musim gugur nan memesona. Perpaduan sempurna antara tradisi dan keindahan alam. Di Xi’an, kamu bisa menggabungkan kunjungan ke makam leluhur dengan eksplorasi situs sejarah kuno yang menjadi saksi awal peradaban Tiongkok.
Wilayah seperti Luoyang ataupun Henan juga menarik karena masih menjaga tradisi Chongyang dengan sangat kental, mulai dari ritual hingga makanan khasnya. Sementara itu, Hangzhou dan Chengdu cocok untuk kamu yang ingin menikmati Chongyang sambil bersantai, mencicipi kuliner musiman, hingga menyusuri suasana kota nan tenang.
Jika kamu ingin pengalaman lebih otentik dan jauh dari keramaian wisatawan, desa-desa kecil di wilayah Tiongkok utara bisa jadi pilihan menarik. Di sana, perayaan Chongyang masih dilakukan dengan cara-cara tradisional yang menyentuh. Mulai dari upacara sederhana di rumah keluarga, pendakian kolektif warga desa, hingga pertunjukan rakyat yang mengangkat cerita leluhur. Mengunjungi tempat-tempat ini akan memberimu perspektif lebih dalam tentang arti sebenarnya dari Chongyang dalam kehidupan masyarakat lokal.
Festival Chongyang bukan sekadar momen untuk mendaki gunung atau menikmati kue berlapis khas. Tetapi lebih dari itu, perayaan ini mengajarkan tentang pentingnya mengenang, menghargai, serta belajar dari mereka yang telah lebih dahulu berjalan di hadapan kita. Di balik setiap tradisi yang dijalankan, terdapat pesan mendalam tentang nilai keluarga, umur panjang, serta hubungan manusia dengan alam serta leluhur.
Melalui perjalanan budaya seperti Chongyang, kamu tidak hanya menjadi saksi sejarah hidup, tetapi juga ikut serta dalam proses pelestarian tradisi yang mulai langka. Inilah esensi sejati dari sebuah petualangan: menyentuh makna terdalam dari tempat yang kamu kunjungi.
Kalau kamu ingin merasakan langsung atmosfer Chongyang yang otentik di Tiongkok, pastikan kamu mempersiapkan semuanya dengan baik. Mulai dari pesan tiket pesawat, booking hotel di lokasi strategis, hingga membeli tiket wahana rekreasi dan atraksi budaya yang akan melengkapi pengalamanmu.
Dengan Traveloka, semua kebutuhan traveling bisa kamu atur dalam satu genggaman. Jadi, jangan hanya puas membaca kisah budaya, rasakan sendiri makna mendalam Festival Chongyang dan bawa pulang kenangan tak terlupakan.