6 Upacara Adat Betawi yang Masih Eksis 

Mas Bellboy
07 Mar 2024 - Waktu baca 4 menit

Salah satu warisan kebudayaan dari tiap-tiap adat yang ada di Indonesia adalah upacara adat. Indonesia memang kaya dengan upacara dan ritual adat, yang tentu berbeda-beda bentuk dan tujuannya dari masing-masing daerah. Begitu juga dengan di daerah Jakarta, dimana beberapa upacara adat Betawi masih bisa kita saksikan hingga hari ini.

Upacara adat Betawi ini tentu sangat menarik untuk dipelajari. Suasana yang ditawarkan oleh upacara-upacara adat Betawi pun sangat beragam, dari suasana khidmat, penuh haru, hingga suasana penuh sukacita. Apa saja upacara adat Betawi yang mudah ditemukan dalam keseharian sekarang? Simak, yuk!

Upacara Adat Betawi

1. Upacara Perkawinan Betawi

Shutterstock.com

Siapa yang sudah pernah datang ke pesta perkawinan orang Betawi? Kalau pernah, pasti sudah terbayang betapa meriahnya upacara perkawinan tersebut. Upacara pernikahan adat Betawi terdiri dari beberapa tahap. Berikut adalah tahapan upacara perkawinan Betawi:

Ngedelengin, yaitu mencari calon menantu, bahkan dengan bantuan mak comblang.
Ngintip, sebuah proses ngedelengin dimana sang pria yang melakukan pencarian tanpa bantuan mak comblang.
Ngelamar, yaitu ketika sang pria dan keluarganya mengutarakan niatnya pada orang tua sang wanita untuk menikah.
Bawa tande putus, yaitu tahapan setelah pihak keluarga wanita menerima dengan baik proses ngelamar yang dilakukan oleh sang pria dan keluarganya.
Piare Calon Penganten, orang-orang juga mengenalnya sebagai proses dipingit. Calon mempelai wanita dipelihara oleh tukang piara, agar kecantikan dan kesehatannya terjaga menjelang hari pernikahannya.
Mandi Kembang, tahap yang dilakukan sehari sebelum hari akad nikah. Tukang piara beserta keluarga calon mempelai wanita memandikan calon pengantin dengan air kembang sambil didoakan.
Malam Pacar, yaitu memakaikan pacar pada kuku tangan dan kaki calon mempelai wanita, kemudian mencukur bulu-bulu halus di sekitar leher, tengkuk, pelipis, dan kening.
Malem Mangkat, adalah acara di kediaman calon mempelai pria, dimana mereka mempersiapkan seluruh seserahan bagi pengantin wanita, kemudian berdoa agar Tuhan memberkahi rumah tangga mereka.
Ngerudat, yaitu ketika calon mempelai pria beserta keluarganya berangkat menuju rumah calon mempelai wanita. Tidak lupa mereka membawa seluruh seserahan, termasuk juga roti buaya.
Buka Palang Pintu, adalah tahap yang mendebarkan, dimana terjadi balas pantun, adu silat, dan pembacaan sike dari calon mempelai pria dengan jawaranya. Ini menjadi tanda mengenal dua keluarga dan tanda kedatangannya diterima. Suasana semakin meriah dengan suara letusan petasan.
Akad nikah, tahap ketika berlangsungnya akad nikah yang membuat para calon mempelai resmi menjadi suami istri.
Acara kebesaran, ketika sang istri memasuki ruangan dengan diiringi oleh dua gadis kecil. Disinilah pengantin pria dan wanita bertemu setelah resmi menjadi pasangan suami istri.
Di Puade, yaitu ketika kedua mempelai duduk di pelaminan. Selama pengantin duduk di pelaminan, terdapat rangkaian acara yang berlanjut sampai para tamu berbaris menyalami mereka.
Malem Negor, ketika suami harus merayu istrinya dengan kata-kata yang manis. Pada tahap ini, sang istri sedang menguji kesabaran dan kesetiaan suaminya, dengan mempertahankan kesuciannya selama yang ia bisa.
Pulang Tige Ari, syukuran dan acara selamatan terakhir yang diadakan di rumah suami, dimana orang-orang mendoakan keberkahan dan kebahagiaan pasangan suami istri baru tersebut.

Bagaimana? Cukup panjang bukan rangkaian upacara adat perkawinan Betawi?

2. Upacara Bikin Rume

Shutterstock.com

Masyarakat Betawi menganggap rumah sebagai sesuatu yang sangat penting, tempat awal mula dimana sebuah keluarga berkembang dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang hendak membangun rumah atau pindah rumah, masyarakat Betawi memiliki adat sendiri untuk mempersiapkannya, yaitu Upacara Bikin Rume.

Tradisi upacara Bikin Rume ini dimulai dengan mencari hari baik untuk mulai membangun. Kemudian, masyarakat setempat akan melaksanakan Merowahan, atau doa bersama agar Tuhan memberikan kemudahan dan kelancaran terhadap pembangunan rumah tersebut. Masyarakat sekitar juga diajak untuk turut membantu pembangunan rumah.

Langkah selanjutnya yaitu acara selamatan, juga bertujuan untuk meminta kelancaran saat pembangunan atau pindah rumah. Sebagai langkah terakhir, pemilik rumah harus begadang semalam sebelum pembangunan rumah atau proses pindah rumah selesai, dinamakan prosesi “Ketik”. Tujuannya adalah untuk menjaga rumah agar aman.

3. Upacara Sunatan

Upacara adat Betawi untuk merayakan sunatan tidak kalah meriah dari upacara perkawinan Betawi. Satu hari sebelum dikhitan, anak laki-laki akan didandani dengan pakaian bagus, kemudian diarak menggunakan kuda-kudaan atau tandu mengelilingi kampung tempatnya tinggal.

Alunan rebana yang meriah mengiringi arak-arakan tersebut. Belum lagi penampilan pencak silat yang pasti akan memukau siapapun yang menonton langsung. Kemeriahan dari upacara sunatan ini bertujuan untuk memberi semangat dan penghiburan bagi anak laki-laki yang akan dikhitan.

4. Upacara Mangkeng

Upacara Mangkeng berlangsung ketika seseorang sedang menyelenggarakan acara besar, seperti misalnya pernikahan. Seorang Dukun Pangkeng akan memimpin upacara ini, bertujuan supaya orang-orang datang beramai-ramai ke hajatan terkait. Dukun Pangkeng juga akan turut serta mengatur hidangan yang akan disajikan kepada para tamu. Oleh karena itu, ia juga dibantu oleh Dukun Pangkeng Air (yang mengatur segala keperluan air) serta Dukun Pangkeng Masak (yang mengatur segala tentang hidangan).

Di beberapa daerah, peran Dukun Pangkeng agak berbeda, yaitu untuk menolak hujan selama berlangsungnya hajatan. Dukung Pangkeng yang mengatur hujan sering dikenal juga sebagai Dukun Nolak Ujan atau Dukun Nyarang.

5. Upacara Baritan / Babarit

Upacara Baritan atau Babarit berasal dari kata Baritan yang memiliki arti sedekah bumi. Seiring dengan artinya, masyarakat melakukan upacara Baritan atau Babarit ini sebagai tanda syukur atas hasil bumi atau hasil panen mereka yang melimpah. Mereka melakukan upacara ini satu tahun sekali, setelah mereka panen dalam satu musim penghujan.

Namun, mungkin belum banyak orang yang tahu bahwa Upacara Baritan awalnya bukan untuk mensyukuri hasil panen yang melimpah. Tujuan awal dari Upacara Baritan adalah untuk menghormati roh leluhur yang mereka percaya memiliki peran penting untuk melindungi kampung mereka.

6. Upacara Nujuh Bulan

Shutterstock.com

Sebetulnya, acara tujuh bulanan pada ibu hamil tidak hanya terdapat di Betawi, namun tentunya setiap acara dari masing-masing daerah memiliki perbedaan. Pada masyarakat Betawi, acara nujuh bulanan yaitu acara yang berlangsung ketika seorang ibu hamil memasuki usia 7 bulan kandungannya.

Masyarakat Betawi percaya bahwa acara ini harus dilangsungkan pada tanggal hijriyah yang mengandung angka 7, misalnya 7, 17, atau 27 hijriyah. Meski begitu, biasanya masyarakat memilih tanggal 7 dan 17, karena pada tanggal 27 mungkin saja ibu hamil sudah memasuki usia kandungan 8 bulan.

Upacara Nujuh Bulan di Betawi dimulai dengan selametan, pembacaan doa, memandikan ibu hamil dengan air kembang, dan berakhir dengan ngirag, yaitu mengurut badan ibu hamil dan membantu agar posisi janin berada dalam posisi siap lahir.

Nah, itu dia beberapa upacara adat Betawi yang masih dijalankan oleh masyarakat asli Betawi hingga hari ini. Upacara mana yang sudah pernah kamu saksikan langsung?

Penginapan dan Hotel di Jakarta

Cari Hotel dengan prom...

Lihat Harga

Hotel
Tiket Pesawat
Things to Do
Selalu Tahu Kabar Terbaru
Dapatkan berbagai rekomendasi travel & gaya hidup serta info promo terkini dengan berlangganan newsletter kami.
Langganan