Semakin dekat pertengahan tahun, para Aparatur Sipil Negara ASN, PNS, TNI, Polri, hingga pensiunan pasti menantikan masuknya gaji ke 13. Tambahan penghasilan ini memang selalu dinanti, apalagi dengan kebutuhan yang cenderung meningkat di masa tahun ajaran baru, liburan, atau kebutuhan keluarga lainnya. Yuk, ketahui pengertian gaji ke-13 dan cara menghitungnya di bawah ini.
Setiap pertengahan tahun, istilah gaji ke 13 selalu ramai dibicarakan. Namun, masih banyak yang belum benar-benar memahami apa yang membedakan gaji ke 13 dari tunjangan atau bonus lainnya.
Gaji ke 13 merupakan kebijakan pemerintah yang diberikan secara khusus kepada ASN, TNI, Polri, dan pensiunan, sesuai aturan yang berlaku. Tujuannya jelas: membantu penerima memenuhi kebutuhan penting, terutama menjelang tahun ajaran baru anak sekolah serta kebutuhan keluarga lainnya.
Bagi ASN dan pensiunan, gaji ke 13 adalah bentuk perhatian pemerintah agar para abdi negara dapat lebih tenang dalam membiayai kebutuhan keluarga. Bukan hanya ASN aktif, seluruh prajurit TNI, anggota Polri, hakim, dan pensiunan juga berhak menerima gaji tambahan ini setiap tahun.
Pemberian gaji ke 13 diatur secara resmi dalam Peraturan Pemerintah yang sudah berlaku setiap tahunnya sebagai bagian dari kebijakan rutin. Regulasi ini menegaskan, gaji ke 13 bukan sekadar bonus, melainkan instrumen kebijakan untuk mendukung pengeluaran pendidikan dan kebutuhan keluarga penerima.
Sasaran utama penerima adalah ASN PNS dan PPPK, prajurit TNI, anggota Polri, pensiunan, dan penerima tunjangan khusus. Manfaat utama tentu untuk menopang kebutuhan sekolah anak, belanja rumah tangga, hingga mengantisipasi kebutuhan tidak terduga.
Walaupun sering disamakan, sebenarnya ada perbedaan mendasar antara gaji ke 13 dan tunjangan hari raya THR.
THR diberikan menjelang Hari Raya Idul Fitri, dengan tujuan mendukung kebutuhan hari besar keagamaan. Sementara gaji ke 13 cenderung cair pada pertengahan tahun, berdekatan dengan tahun ajaran baru sekolah: fokus pada kebutuhan pendidikan keluarga.
Regulasi THR maupun gaji ke 13 diatur dalam peraturan pemerintah yang berbeda, meski keduanya merupakan hak rutin tahunan bagi ASN dan pensiunan. Komponen pembayaran serta besaran juga kadang berbeda, mengikuti aturan yang berlaku pada masing-masing tahun anggaran.
Setiap penerima berhak atas gaji ke 13, namun nominalnya bisa berbeda tergantung masa kerja, pangkat, jabatan, atau golongan. Perhitungannya mengikuti ketentuan terbaru dari pemerintah. Penghitungan gaji ke 13 tidak hanya berdasarkan gaji pokok saja, melainkan ditambah sejumlah tunjangan tetap lainnya.
Ini berarti total gaji ke 13 adalah penjumlahan seluruh komponen penghasilan yang diterima pada bulan Mei tahun berjalan.
Misalnya, seorang PNS dengan gaji pokok Rp3.000.000, tunjangan keluarga Rp270.000, tunjangan pangan Rp1.200.000, tunjangan jabatan Rp700.000, dan tunjangan kinerja Rp1.000.000, maka:
Gaji ke 13 = Gaji Pokok + Tunjangan Keluarga + Tunjangan Pangan + Tunjangan Jabatan + Tunjangan Kinerja
= Rp3.000.000 + Rp270.000 + Rp1.200.000 + Rp700.000 + Rp1.000.000 = Rp6.170.000
Pensiunan menerima komponen serupa, hanya saja biasanya tanpa tunjangan jabatan dan kinerja, tergantung status pensiun dan instansi asal.
Pegawai yang baru aktif atau memiliki masa kerja kurang dari satu tahun tidak otomatis menerima penuh. Ada rumus khusus yang digunakan. Pegawai baru yang aktif sebelum 1 Juni 2025 berhak atas gaji ke 13, dihitung proporsional sesuai masa kerja efektif. Jika masa kerja kurang dari satu bulan, tidak diberikan gaji ke 13.
Contohnya, pegawai yang baru mulai bekerja per Maret dan menerima gaji pokok serta tunjangan satu bulan penuh, maka yang diterima adalah sesuai formula:
Jumlah Bulan Kerja ÷ 12 × Total Komponen Penghasilan Bulan Mei
Jika baru bekerja 4 bulan, maka: 4/12 × Total penghasilan yang seharusnya diterima.
Mendapatkan tambahan penghasilan tentu menyenangkan, tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana mengelolanya dengan bijak. Gaji ke 13 bisa menjadi momentum memperkuat kesejahteraan, bukan hanya menambah konsumsi sesaat.
Skenario terbaik adalah menggunakan sebagian besar dana untuk membayar biaya pendidikan anak, seragam sekolah, buku, dan kebutuhan keluarga yang prioritas. Dengan begitu, kebutuhan utama sudah lebih dulu terpenuhi tanpa harus mengambil dana tabungan utama.
Sebagian dana sebaiknya dialokasikan ke pos dana darurat untuk antisipasi biaya kesehatan, perbaikan rumah, atau keperluan mendesak lainnya. Jika seluruh gaji ke 13 habis untuk konsumsi, manfaat finansial jangka panjang jadi berkurang.
Selain untuk konsumsi, manfaatkan gaji ke 13 sebagai modal memperkuat masa depan finansial.
Sisihkan minimal 10-20% dari gaji ke 13 ke tabungan khusus dana darurat. Tabungan ini bisa menjadi benteng pertama jika ada kejadian tak terduga.
Jika pos kebutuhan dan tabungan sudah aman, pertimbangkan investasi produktif, seperti reksadana, emas, atau instrumen lain yang sesuai profil risiko. Pilih investasi yang gampang dicairkan jika sewaktu-waktu dibutuhkan, sehingga tidak mengganggu cash flow keluarga.
Mendapat gaji ke 13 memang menyenangkan, tetapi manfaat sejatinya baru terasa jika dikelola dengan cerdas. Penuhi kebutuhan primer, siapkan dana darurat, dan mulai investasi.
Jika masih ada kebutuhan penting yang belum terpenuhi, jangan ragu manfaatkan fasilitas TPayLater untuk solusi pembiayaan yang praktis, aman, dan fleksibel. Dengan perencanaan matang, kamu bisa mencapai kesejahteraan finansial sekaligus menikmati hidup tanpa beban, karena semua kebutuhan sudah terencana sejak awal.