Total Akomodasi | 7 Properties |
Hotel Populer | My Home Sintang, Urbanview Hotel Bagoes Sintang by RedDoorz |
Objek Wisata Populer | Bandar Udara Susilo (SQG), Polresta Sintang |
Hotel yang paling populer dan banyak dipesan oleh wisatawan diantaranya My Home Sintang, Urbanview Hotel Bagoes Sintang by RedDoorz, Bless Hotels, New Setia Hotel, Homestay Diputra Sintang, Hotel Mitra Kapuas Raya Sintang, Hotel Setia Sintang
Saat ini, ada sekitar 7 hotel yang dapat kamu pesan di Pusat Kota Sintang
Sintang berada di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia. Kabupaten Sintang juga merupakan salah satu daerah otonom tingkat II dengan ibu kota yang berada di Kota Sintang. Kabupaten Sintang memiliki luas daerah sekitar 21 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 365.000 jiwa. Wilayah Kab. Sintang sebagian besar merupakan perbukitan.
Kabupaten Sintang juga merupakan kabupaten terbesar ke-2 di Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan yang pertama adalah Kab. Ketapang. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Sintang adalah petani sawit dan karet dengan mayoritas suku Dayak dan Melayu.
Asal usul Kerajaan Sintang konon bermula dari seorang tokoh penyebar agama Hindu yang berasal dari Semenanjung Malaka. Menurut cerita lain yang berasal dari Jawa, ada seseorang bernama Aji Melayu datang ke daerah Nanga Sepauk yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Kota Sintang pada abad ke-4, kemudian beliau mendirikan perkampungan baru di wilayah tersebut.
Ada bukti bukti yang menguatkan cerita tersebut, yaitu Arca Patung Kempat dan batu berbentuk yang oleh masyarakat disebut Batu Kelebut Aji Melayu, ada pula batu yang berbentuk patung lembu dan makam Aji Melayu.
Berdirinya Kerajaan Sintang terjadi pada abad ke-13 oleh Demong Irawan yang merupakan keturunan ke-sembilan Aji Melayu. Demong Irawan membangun keraton di daerah pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, sekarang menjadi Kampung Kapuas Kiri Hilir. Awal mulanya, daerah ini bernama Senetang, yaitu kerajaan yang diapit beberapa sungai, namun lambat laun berubah menjadi Sintang.
Pada masa Kerajaan Sintang Hindu, Istana Sintang dibangun berbentuk rumah panjang, rumah khas masyarakat Dayak. Namun, setelah Kerajaan Sintang menganut agama Islam pada masa pemerintahan Raden Abdul Bachri Danu Perdana, mulailah dibangun Gedung Istana baru yang diberi nama Istana Al Mukarrammah.
Istana tersebut dibangun pada tahun 1937 oleh arsitek dari Belanda. Di bagian barat Istana, berdiri bangunan Masjid yang bernama Masjid Jamik Sultan Nata Sintang. Pada bagian depan masjid tersebut, terdapat jembatan penyeberangan yang terbuat dari kayu untuk menghubungkan Masjid dan Istana. Awal mula, Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Pangeran Tunggal dan mengalami perbaikan dan perluasan pada masa Sultan Nata pada 1672 masehi.
Seni budaya Sintang ada banyak, salah satunya yang cukup dikenal adalah beragam tarian tradisionalnya, seperti tari Dara Juanti. Tarian ini merupakan tarian kolosal yang diangkat dari sejarah Kerajaan Sintang. Tarian ini menceritakan seorang putri raja yang sedang di pingit ketika masuk usia remaja.
Putri Dara Juanti merupakan sosok putri yang cantik, lembut dan santun, sehingga membuat para dayang saling berebut untuk ikut menghibur sang putri pada masa pingitannya. Namun, sebelum masa pingitannya selesai, sang putri harus keluar dikarenakan meninggalnya sang raja, ayah dari Putri Dara Juanti, sedangkan sang kakak sedang merantau ke tanah Jawa. Oleh karena itu, pemerintahan Kerjaan Sintang dipimpin oleh Putri Dara Juanti.
Masyarakat Sintang kebanyak berbahasa Dayak, atau Melayu. Tapi banyak juga yang sudah bisa menggunakan Bahasa Indonesia. Jadi anda tidak perlu takut untuk berkomuniskai dengan masyaakat setempat.
Untuk menuju Sintang, Anda terlebih dahulu menuju Pontianak dan dari sana, perjalanan Anda bisa di anjutkan dengan penerbangan yang menuju ke Sintang. Waktu yang dibutuhkan dari Pontianak menuju Sintang sekitar 40 menit. Harga tiket pesawat sekitar Rp600.000 (harga di atas sewaktu-waktu dapat berubah).
Selain dengan penerbangan dari Pontianak, Anda bisa menempuh jalan darat dengan menggunakan bus. Sama seperti jalur udara, Anda harus menuju ke Pontianak terlebih dahulu jika ingin menggunakan jalur darat. Dari Pontianak, Anda menggunakan bus antar kota dengan waktu tempuh sekitar 9 jam. Namun, bila Anda ingin diantar sampai ke tempat tujuan, Anda bisa menggunakan travel dengan harga per-orang Rp200.000 – Rp250.000 dan waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Sintang sekitar 8 jam.
Dari Kabupaten Sintang, untuk menuju ke Kecamatan Sintang bisa memilih menggunakan angkutan pariwisata (travel) dari kabupaten menuju ke kecamatan, atau bisa juga menggunakan transportasi air melalui jalur sungai.
Ada banyak tempat wisata atau tempat yang harus Anda kunjungi saat berada di Sintang, berikut di antaranya:
Awalnya, museum ini merupakan Istana Kerajaan Sintang. Setelah melakukan renovasi pada tahun 1938, istana tersebut dijadikan sebuah museum. Museum Dara Juanti berada di Kota Sintang, Jalan Dara Juanti RT 5, RW 2. Museum ini berisi tentang sejarah Kerajaan Sintang dan peninggalan peninggalan raja-raja Sintang. Di depan museum, terdapat salinan undang undang adat Kerajaan Sintang dan silsilah para raja dari Kerajaan Sintang. Di sini juga ada barang-barang hantaran seorang perwira yang berasal dari Kerajaan Majapahit, Patih Logeder ketika akan meminang Putri Dara Juanti. Barang-barang tersebut adalah seperangkat gamelan, gundukan tanah dari Majapahit, dan patung garuda dari kayu.
Museum Kapuas Raya merupakan salah satu tempat wisata yang harus Anda kunjungi. Museum ini berisi aneka benda sejarah dan kerajinan masyarakat Borneo Barat, khususnya Kab. Sintang. Museum ini terdiri dari ruang pamer dan ruangan pendukung, seperti Ruang Pamer Sejarah Sintang, dan Ruang Pamer Kebudayaan Sintang.
Ruang Pamer Kebudayaan Sintang berisi aneka ragam budaya hasil dari berbagai etnik yang terdapat di Sintang, yaitu Dayak, Melay, dan Tionghoa. Selain itu, ada juga Ruang Pamer Tekstil yang berisi hasil tenunan ikat khas tradisional Dayah.
Museum Kapuas Raya ini dibangun oleh inisiatif Tropen Museum di Amsterdam yang juga mendirikan Pusat Kebudayaan Sintang pada 1822. Hal ini bermula dari sejarah Belanda yang pernah menguasai daerah Kalimantan Barat. Pada 29 September 2004, dibuatlah Dokumen Kesepakatan yang menyetujui dibangunnya museum sebagai pusat kebudayaan Sintang agar memberikan sumber ilmu kebudayaan dan pendidikan bagi masyarakat Sintang dan pengunjungnya.
Hutan Wisata Baning merupakan hutan yang terletak di tengah Kota Sintang, tepatnya di Kelurahan Sintang dan Kelurahan Tanjung Putri dengan luas sekitar 215 hektar. Hutan ini merupakan hutan tropis yang ditumbuhi berbagai macam pohon pohon besar dan aneka macam bunga Anggrek dan kantong Semar.
Di hutan ini juga terdapat berbagai fauna seperti kelasi dan berbagai macam burung. Keindahan hutan, kesejukan udara di bawah dedaunan rindang dapat Anda rasakan saat berjalan di dalam hutan ini. Oleh karena itu, Wisata Alam Baning menjadi pilihan yang sangat tepat untuk rekreasi alam yang menyenangkan, juga sebagai tempat camping.
Wilayah Wisata Bukit Kelam terletak di Kecamatan Kelam Permai. Luas Hutan Bukit Kelam adalah sekitar 520 hektar. Di dalam tempat ini, terdapat banyak keunikan dan kekayaan alam. Bukit Kelam ini memiliki ketinggian sekitar 936 meter di atas permukaan laut. Beberapa flora yang terdapat di dalamnya adalah merati, bengeris, tengkawang, kebas- kebas, anggrek, dan banyak lagi.
Sementara itu, berbagai jenis fauna yang bisa Anda temui adalah beruang madu, trenggiling, kelelawar, alap-alap, dan lain lain. Ada banyak hal yang bisa Anda nikmati di sini, seperti panorama alam, air terjun, gua, dan banyak lagi. Tempat ini sangat cocok untuk Anda yang berjiwa petualang. Untuk sampai ke lokasi ini, Anda dapat menggunakan kendaraan melalui rute Sintang Bukit Kelam dengan waktu sekitar 30 menit.
Bila hendak berkunjung ke Sintang, sebaiknya jangan pada saat musim hujan. Perjalanan darat menuju Kecamatan Sintang melalui jalan yang tidak beraspal, maka pada saat hujan, jalanan menjadi licin dan berlumpur.
Perjalanan di malam hari sangat jarang karena banyak kendaraan yang masih mengikuti hukum adat yang berlaku, sehingga enggan melakukan perjalanan malam hari yang melintasi hutan.