Sungai Mahakam - Sungai Mahakam terdapat di pulau Kalimantan, tepatnya di Provinsi Kalimantan Timur. Memiliki panjang mencapai 920 kilometer, Sungai Mahakam menempati urutan kedua sebagai sungai terpanjang di Indonesia setelah Sungai Kapuas yang juga berada di pulau Kalimantan, tepatnya Kalimantan Barat dengan panjang mencapai 1.143 km. Sungai Mahakam terletak di atau melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir serta bermuara di Selat Makassar.
Bagi masyarakat yang mendiami wilayah sekitar Sungai Mahakam, sungai ini memiliki peranan penting sejak dahulu kala. Mulai dari menjadi sumber air, perikanan, hingga sarana transportasi air. Sungai Mahakam juga menjadi habitat bagi mamalia air tawar, Ikan Pesut Mahakam yang kini telah terancam kepunahan.
Hingga kini, Sungai Mahakam menjadi ikon tersendiri dari Kalimantan Timur dan menjadi salah satu objek wisata yang wajib kamu singgahi jika berkunjung ke Samarinda, Kalimantan Timur. Yuk, berkenalan lebih dekat dan susuri Sungai Mahakam lebih dalam lagi!
Sungai Mahakam
Karena hilir Sungai Mahakam terletak di Samarinda setelah melintasi berbagai daerah dan wilayah dari bagian hulunya di Kabupaten Kutai Barat, membuat Sungai Mahakam kerap dijuluki sebagai “Gerbang” menuju pedalaman Kalimantan Timur hingga saat ini. Pemanfaatan Sungai Mahakam sebagai jalur transportasi sendiri telah ada sejak ribuan tahun silam. Bahkan, dari jejak arkeologi di Muara Kaman, pusat Kerajaan Kutai Martadipura, ditemukan bahwa sejak abad 4 Masehi para pelaut dari mancanegara termasuk India dan Tiongkok telah melintasi Sungai Mahakam untuk melakukan perdagangan.
Mengenai asal usul Sungai Mahakam, secara geologi sungai ini terbentuk karena Gunung Cemaru mengalami pergerakan dengan munculnya aktivitas perpotongan lapisan pulau secara pra-tersier di bagian timur Gunung Batayan dan berakhir di lembah tersier Kutai. Aktivitas Geologis yang terjadi ribuan tahun silam inilah yang menjadi cikal-bakal dari Sungai Mahakam.
Sungai Mahakam telah memiliki peran penting bagi masyarakat sekitarnya sejak dahulu, bahkan sejak Nusantara masih terbagi menjadi kerajaan-kerajaan. Kerajaan yang terletak di sekitar Sungai Mahakam adalah Kerajaan Kutai Martapura, salah satu kerajaan bercorak Hindu yang berdiri sekitar abad ke-4.
Terdapat versi mengenai asal-usul nama Sungai Mahakam yang berhubungan dengan Kerajaan Kutai Martapura. Dipercaya bahwa nama Sungai Mahakam merupakan penyederhanaan dari nama “Muara Kaman” sebuah wilayah yang pernah menjadi pusat dari Kerajaan Kutai Martapura dan Muara Kaman sendiri dipercayai merupakan penyederhanaan dari nama “Mulawarman”, salah satu dari raja dari kerajaan Kutai Martapura yang tersohor.
Selain dalam catatan sejarah Kerajaan Kutai Martapura, terdapat pula kisah legenda atau cerita rakyat Sungai Mahakam yang diceritakan secara turun temurun hingga saat ini. Cerita Rakyat Sungai Mahakam ini menceritakan asal-usul dari anak-anak sungai dari Sungai Mahakam.
Alkisah dahulu kala di hulu Sungai Mahakam hiduplah tiga orang bersaudara. Saudara tertua adalah gadis bernama Siluq, dan saudara kedua bernama Ayus, dan si bungsu Ongo. Siluq si sulung gemar melakukan ‘bebelian’ (ritual adat) dan ‘bedewa’ (memuja dewa) untuk mencari kesaktian sedangkan Ayus memiliki tubuh yang besar dan kuat serta langkah kaki yang panjang dan secepat angin. Berbeda dengan kedua kakaknya, si bungsu Ongo tidak memiliki keahlian apa-apa karena ia masih belia.
Singkat cerita suatu hari Ayus dan Ongo hendak mencari daun serdang ke hutan untuk memperbaiki atap rumah mereka yang rusak akibat hujan lebat. Melihat kakaknya, Siluq, tampak sibuk melakukan bebelian dan bedewa, Ayus merasa kesal dan menganggap kakaknya tidak peduli akan keadaan rumah mereka.
Ayus kemudian memanggil sang kakak untuk mengabari bahwa ia dan si bungsu akan ke hutan dan meminta sang kakak untuk menyiapkan makan siang. Siluq yang tengah khusyuk bersemedi kemudian tersadar. Ia merasa kecewa karena semedinya terganggu namun ia tetap memasak untuk kedua adiknya. Namun, sebelum Ayus dan Ongo beranjak ke hutan, Silug berpesan ,” Sepulang dari hutan, jangan sekali-kali buka tutup periuk. Cukup tambahkan kayu bakar saja jika api di tungku mulai mengecil”.
Siluq kemudian mengumpulkan beberapa daun padi dan memasukkannya ke dalam periuk yang telah diisi air dan menyalakan kayu bakar di tungku. Segera setelah itu Siluq melanjutkan semedinya dan berdoa pada dewa untuk mengubah daun padi yang ia masak menjadi nasi.
Ketika Ayus dan Ongo telah pulang, mereka yang sangat lelah dan lapar bergegas ke dapur. Melihat tidak ada makanan tersedia, mereka kecewa dan kemudian melihat ada periuk yang masih berada di atas tungku. Karena berharap terdapat nasi di dalamnya, ia kemudian membuka periuk tersebut dan terkejut melihat isi dari periuk tersebut adalah daun padi bercampur dengan sejumlah nasi. Karena teringat dengan pesan kakaknya, ia kemudian segera menutup periuk tersebut.
Ketika Siluq pulang dan melihat diperiuk masih terdapat daun padi, ia murka dan langsung menyeadari bahwa sang adik telah membuka periuk tersebut. Hal ini membuat kesaktian Siluq untuk mengubah daun padi menjadi nasi menghilang.
Siluq kemudian memutuskan untuk meninggalkan kedua adiknya untuk menuju ‘pusat air’ agar bisa lebih fokus bebelian dan bedewa. Siluq kemudian berkemas serta membawa ayam jantan sakti kesayangannya lalu menaiki rakit untuk menuju hilir dari sungai Mahakam. Ayus yang sangat menyesali perbuatannya kemudian berlari hingga melampaui rakit sang kayak lalu melempar baru ke arah sungai Mahakam untuk membendung alirannya agar sang kakak tidak bisa melanjutkan perjalanan.
Melihat bendungan tersebut, Siluq meminta ayam jantannya berkokok dan seketika hancurlah bendungan tersebut. Melihat hal tersebut, Ayus kembali berlalu dan membuat bendungan lagi dan seperti sebelumnya bendungan tersebut kembali dihancurkan. Hal ini berulang terus hingga akhirnya rakit telah menuju muara dimana sudah tak ada lagi batu yang bisa digunakan Ayus untuk membuat bendungan.
Dengan kekuatannya ia kemudian menambak kuala sungai dan mencabut nipah-nipah dipinggir sungai untuk ditanam ditambah sehingga menjadi hutan nipah. Siluq yang akhirnya melewati hutan nipah tersebut kemudian meminta ayam jantannya berkokok kembali dan hutan nipah tersebut hancur dan seketika terbentuklah aliran-aliran sungai yang kini dikenal dengan nama Kuala Bayur, Kuala Berau, dan sejumlah delta di Kuala Mahakam. Sedangkan, bendungan-bendungan baru yang dihancurkannya dipercaya menjadi jeram-jeram yang hingga kini masih bisa ditemukan di Sungai Mahakam.
Sebelum rakit Suliq memasuki lautan lepas ia berpesan kepada adikknya untuk menjaga diri dan berjanji akan tetap menjaga kedua adiknya dari kejauhan. Rakit tersebut lalu perlahan menghilang dan muncul di pusat air.
Sungai Mahakam di Kalimantan Timur
Kini Sungai Mahakam juga menjadi rumah bagi berbagai fauna endemik. Selain ikan pesut mahakam, daerah sekitar Sungai Mahakam juga menjadi habitat dan tempat berkembang biak bagi sekitar 298 spesies burung, 70 di antaranya dilindungi dan lima spesies endemik yaitu: Borneo Dusky Mannikin, Borneo Whistler, Bornean Peacock-pheasant, Bornean Blue-flycatcher dan Bornean Bristlehead.
Dengan pesona unik yang dimilikinya, kini aktivitas susur Sungai Mahakam menjadi salah satu aktivitas pariwisata populer di Sungai Mahakam dimana para wisatawan bisa menyusuri Sungai Mahakam menggunakan perahu. Saat ini tersedia beberapa rute penyusuran yang semuanya berangkat dari dermaga Pasar Pagi, Samarinda untuk perjalanan ke Tenggarong, Kutai Lama dan Seputar Samarinda.
Penasaran dengan keunikan yang dimiliki oleh sungai terpanjang kedua di Indonesia ini? Langsung saja pesan tiket perjalanan kamu lewat aplikasi Traveloka dan jelajahi langsung Sungai Mahakam yang memukau ini!
Hotel & Penginapan Terbaik di Kalimantan Timur
Temukan lebih banyak p...
Lihat Harga