Penjelasan Lengkap Kain Khas Manado yang Bernilai Sakral!

Mas Bellboy
01 Mar 2024 - Waktu baca 4 menit

Kain khas Manado atau biasa dikenal dengan Bentenan ternyata memiliki nilai historis dan sakral yang cukup dijunjung masyarakat. Pasalnya, kain Bentenan sudah melalui perjalanan sejarah yang cukup lama hingga amat dijaga oleh masyarakat setempat.

Pembuatanya yang rumit dan detail sehingga memakan waktu yang cukup lama menjadi keistimewaan tersendiri dari kain Bentenan. Kain bentenan ditenun dengan teknik dobel ikat, benang yang membentuk lebar kain (pakan) disebut Sa’lange dan benang yang memanjang (lungsi) disebut Wasa’lene

Tidak cuma proses pembuatan dan modelnya saja, bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan Bentenan pun amat unik dan beragam! Yuk mari cari tahu informasi selengkapnya di sini!

Penjelasan Umum dan makna historis kain khas Manado

Shutterstock.com

Kain Bentenan sebenarnya merupakan kain khas suku Minahasa yang sentral pembuatannya tidak hanya ada di Manado namun juga daerah lain di antaranya Tombulu, Tondano, Ratahan, dan Tombatu.

Nama Bentenan sendiri diambil dari nama wilayah pelabuhan utama di Sulawesi
Utara yakni Pelabuhan Bentenan. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, saat perdagangan di pelabuhan ini dikuasai VOC, kain ini diekspor ke wilayah lain di Nusantara hingga ke Eropa melalui Pelabuhan Bentenan. Itulah mengapa banyak orang menyebut kain ini sebagai Kain Bentenan.

Karena proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu yang lama, kain tenun Bentenan dijual dengan harga yang cukup mahal di kisaran ratusan ribu hingga jutaan rupiah untuk yang motifnya menggunakan teknik gambar dengan tangan, bukan mesin print.

Proses cara pembuatan Kain Bentenan khas Manado

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, keistimewaan utama dari kain Bentenan ini adalah proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu yang lama.

Kain tradisional masyarakat Minahasa ini ditenun dengan teknik dobel ikat, benang yang membentuk lebar kain atau pakan yang dalam bahasa setempat disebut sa’lange, serta benang yang memanjang atau lungsi yang dalam bahasa setempat disebut wasa’lene.

Teknik dobel ikat seperti ini memang menjadi adalah teknik menenun dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Oleh karena jarang sekali ada kain tenun tradisional di daerah lain yang menggunakan teknik ikat serupa. Teknik ini pulalah yang akan menciptakan motif bergambar halus dan sangat unik.

Kain Bentenan ditenun tanpa terputus menghasilkan sebuah kain berbentuk silinder atau tabung. Kemudian dalam proses pewarnaan, kain Bentenan menggunakan zat pewarna alami yang berasal dari tumbuhan yang tumbuh di tanah Minahasa.

Namun belakangan sudah juga kain Bentenan yang motifnya dicetak menggunakan mesin print. Kain yang motifnya dicetak dengan mesin tentu memiliki harga yang jauh lebih murah dari pada yang ditenun dengan teknik dobel ikat.

Ciri khas utama Kain Bentenan khas Manado

Selain pada teknik penenunan menggunakan dobel ikat, motif yang dihasilkan dari teknik ini juga menjadi ciri khas utama dari kain Bentenan khas Manado Terdapat tujuh motif pada kain Bentenan yang menjadi ciri khas sendiri dari kain tenun tradisional Minahasa ini.

Ciri khas lain dari kain bentenan adalah deretan warnanya yang membumi atau earth tone. Ini dikarenakan memang sejak pertama kali kain ini dibuat dahulu kala, pewarna yang digunakan adalah pewarna yang berasal dari alam.

Ketujuh motif yaitu Tinompak Kuda, Tononton Mata, Kalwu Patola, Kokera, Tonilama, Sinoi, dan Pinatikan. Penjelasan dari masing-masing motif akan dipaparkan di bawah. Makanya kalau penasaran dengan macam motif khas kain Bentenan, baca artikel ini sampai selesai, ya!

Sejarah Kain Bentenan khas Manado

Foto: museumnasional.or.id

Dikutip dari situs museumnasional.or.id, kain Bentenan merupakan kain tradisional hasil karya Suku Minahasa yang telah ada sekitar abad ke-7. Pada awalnya kain ini berbahan dasar dari serat kulit kayu yang disebut Fuya, diambil dari Pohon Lahendong dan Pohon Sawkouw, serta nenas dan pisang yang disebut Koffo, dan serat bambu, kemudian dilakukan proses tenun secara tradisional. Barulah sekitar abad ke-15, Suku Minahasa mulai menenun dengan benang katun dari hasil tenunan.

Dahulu kala, kain bentenan merupakan pakaian para pemimpin adat (Tonaas) dan pemimpin agama (Walian) dalam berbagai upacara adat seperti upacara membangun rumah, menentukan masa tanam, sampai berperang.

Kenapa kain Bentenan identik dengan hal-hal sakral? Pasalnya dalam budaya Minahasa, kain ini juga digunakan dalam berbagai upacara daur hidup sebagai kain pembungkus bayi yang baru lahir, bagian dari upacara pernikahan, juga pembungkus jenazah bagi kalangan tertentu. Dalam upacara tersebut, Walian dan Tonaas akan memohon perlindungan pada Opo-Opo (dewa) dengan membaca mantra khusus.

Dalam beberapa literatur dituliskan bahwa kain ini terakhir ditenun di daerah Ratah pada akhir abad 18. Kain bentenan bahkan sempat “menghilang” tidak diproduksi selama lebih dari 200 tahun. Tak mengherankan apabila jumlah kain bentenan antik sampai saat ini tidak sampai sepuluh buah di dunia.

Bahan utama Kain Bentenan

Saat ini, kain bentenan dibuat menggunakan bahan utama berupa benang kapas yang dipercantik dengan pewarna alami. Benang tersebut ditenun menjadi kain tenun dalam bentuk tanpa sambungan atau jahitan yang disebut pasolongan.

Adapun zat pewarna yang digunakan untuk mewarnai kain menggunakan bahan-bahan alami di antaranya semak lanu atau mengkudu laki-laki (Morinda bracteata) untuk warna kuning, campuran mengkudu dengan air kapur sirih untuk warna merah, kulit kareumbi (Homnolanthus paulifolius) untuk warna hitam, dan tium tanaman merambat khas tanah Minahasa untuk mencari warna hijau atau biru.

Aneka motif Kain Bentenan

Foto: museumnasional.or.id

Terdapat tujuh motif pada kain Bentenan yang menjadi ciri khas sendiri dari kain tenun tradisional Minahasa ini.

Ketujuh motif yaitu Tinompak Kuda (tenun dengan aneka motif berulang), Tononton Mata (tenun dengan gambar manusia), Kalwu Patola (tenun dengan motif tenun Patola India) dan Kokera (tenun dengan motif bunga warna-warni bersulam manik-manik).

Selanjutnya Tonilama (tenun dari benang putih, tidak berwarna dan merupakan kain putih), Sinoi (tenun dengan benang warna warni dan berbentuk garis-garis), dan Pinatikan. Motif yang disebut terakhir merupakan garis-garis motif jala dan bentuk segi enam, merupakan yang konon menjadi motif awal dari kain tenun khas Minahasa.

Karena proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu yang lama, kain tenun Bentenan dijual dengan harga mulai dari Rp 600.000 untuk ukuran kecil hingga Rp 2.000.000 untuk ukuran besar.

Sementara itu, untuk kain Bentenan yang dicetak menggunakan mesin print dijual dengan harga bervariasi mulai dari Rp50.000,00 per meter nya tergantung dari bahan dan kualitas kainnya.

Selain keunikannya motifnya, kain tenun Bentenan memiliki nilai sejarah dalam lingkaran kehidupan masyarakat Minahasa, mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Mengingat teknik pembuatannya yang tidak sederhana dan memakan waktu cukup lama, wajar bila kain Bentenan dihargai secara tinggi.

Agar bisa lebih puas berbelanja kain Bentenan, pastikan kamu sudah menyiapkan bujet yang cukup sebelum berangkat liburan ke Manado atau daerah-daerah wisata lain di Silawesi Utara. Nah, supaya perjalanan wisatamu ke Manado berjalan lancar, pastikan untuk selalu melakukan pemesanan tiket pesawat dan hotel hanya dengan aplikasi Traveloka.

Dengan paket Traveloka tiket pesawat plus hotel kamu berkesempatan untuk liburan hemat kemana saja di seluruh dunia. Jadi, jangan ragu untuk download aplikasinya sekarang juga!

Penginapan dan Hotel di Manado

Cari Hotel di Manado d...

Lihat Harga

Hotel
Tiket Pesawat
Things to Do
Selalu Tahu Kabar Terbaru
Dapatkan berbagai rekomendasi travel & gaya hidup serta info promo terkini dengan berlangganan newsletter kami.
Langganan