0

Traveloka Accomodation

06 Apr 2021 - 4 min read

Taman Nasional Kalimutu: Burung Garawiga dan Surga Bagi Pemerhati Burung

Taman Nasional Kalimutu: Burung Garawiga dan Surga Bagi Pemerhati Burung

Taman Nasional Kalimutu – Jika Nusa Tenggara Barat memiliki Taman Nasional Gunung Rinjani dan Taman Nasional Gunung Tambora, tetangganya, Nusa Tenggara Timur juga menawarkan keindahan alam lainnya. Sebagian dari kamu mungkin mengetahui bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara yang masih memiliki jejak peninggalan zaman dinosaurus melalui hewan Komodo. Nah, satu-satunya habitat alamiah komodo di seluruh dunia hanya ada di Pulau Komodo, yang merupakan bagian dari Nusa Tenggara Timur.

Pulau Komodo tentunya bukan menjadi satu-satunya destinasi wisata dari Nusa Tenggara Timur. Sebaliknya, Pulau Komodo adalah titik awal dari perjalanan kamu di Nusa Tenggara Timur, karena keindahan Taman Nasional Kalimutu sudah menunggu kamu.

Berdirinya Taman Nasional Kelimutu

Taman Nasional Kelimutu yang terletak di Flores, Nusa Tenggara Timur ini memiliki perjalanan panjang untuk menjadi taman nasional. Menilik sejarahnya, Taman Nasional Kelimutu pertama kali memiliki payung hukum di tahun 1930, saat itu Indonesia yang masih berada di bawah kuasa Belanda meneken Surat Keputusan Residen van Timor en Onderhoorigheden ZB, tanggal 10 Desember 1930. Dokumen ini sendiri menggarisbawahi keberadaan Danau Kelimutu yang berada di Taman Nasional Kelimutu.

Setelah peresmian itu, Taman Nasional Kelimutu berkali-kali melakukan penyesuaian dari berbagai era, dengan yang terbaru menjadi Taman Nasional Kelimutu lewat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.754/MENHUT-II/2011 tanggal 30 Desember 2011.

Taman Nasional Kelimutu sendiri terletak di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Luas taman nasional satu ini berkisar pada angka 5.356 ha. Dengan luas yang relatif tidak terlalu besar, Taman Nasional Kelimutu menawarkan berbagai pengalaman yang unik bagi wisatawan, mulai keberadaan danau tiga warna hingga suku-suku asli sekitar.

Kawah Danau Tiga Warna, Burung Garuwiga dan Budaya yang Mengelilinginya

Taman Nasional Kelimutu memiliki berbagai daya tarik yang tentunya layak kamu coba. Destinasi wisata yang ditawarkan bukan hanya bagi orang-orang yang menyukai keindahan pemandangan Kelimutu, namun juga nilai budaya yang turut menopang kehidupan di sekitarnya. Kira-kira apa saja keunikan Taman Nasional Kelimutu yang bisa kamu rasakan?

Kawah Danau Tiga Warna

Taman Nasional Kelimutu memiliki tiga gunung, dampak dari aktivitas vulkanik masa lampau. Ketiga gunung tersebut memiliki ketinggian yang relatif rendah sehingga memudahkan para wisatawan untuk menikmati fenomena kawah danau tiga warna. Ketiga gunung tersebut bernama Gunung Kelimutu yang memiliki ketinggian 1.640 mdpl, diikuti oleh Gunung Kelido yang memiliki ketinggian 1.641 mdpl dan terakhir, Gunung Kelibara, ketinggian 1.630 mdpl. Ketiga gunung ini disatukan oleh kaldera yang bernama Sokoria atau Mutubusa. Dari ketiga gunung ini, tidak semuanya menunjukkan aktivitas vulkanik di masa sekarang, hanya Gunung Kelimutu yang ‘melanjutkan’ aktivitas vulkanik dari gunung api tua Sokoria.

Danau tiga warna di Taman Nasional Kelimutu dikenal juga dengan nama Danau Kelimutu, seperti namanya, ketiga danau yang ada di puncak gunung ini bisa mengalami perubahan warna secara bergantian, mulai dari warna hijau, biru, merah hingga hitam.

Selain keindahan visual yang diberikan bagi para orang yang menyaksikannya, ketiga danau ini juga memiliki nilai budaya atau mitos yang mengelilinginya. Ini terbukti dengan nama yang disematkan pada ketiga danau ini: ada Tiwu Ata Mbupu, Tiwu Nuwa Muri Foo Kai dan yang terakhir Tiwu Ata Polo.

Ketiga nama ini disematkan kepada ketiga danau ini karena ada nilai sejarahnya, terutama yang berkaitan dengan lapisan sosial masyarakat di sekitaran Taman Nasional Kelimutu. Tiwu Ata Mbupu yang biasanya memancarkan warna biru merupakan tempat orang tua meninggal, lalu Tiwu Nuwa Muri Foo Kai yang diperuntukkan untuk jiwa muda-mudi, sementara yang terakhir, Tiwu Ata Polo adalah tempat bagi orang-orang meninggal yang semasa hidupnya pernah melakukan kejahatan. Ketiga danau ini sendiri dipisahkan dengan dinding kawah dengan tinggi minimal 35 meter.

Mitos yang beredar bagi masyarakat sekitar adalah bahwa perubahan air danau biasanya dikarenakan akan ada sebuah musibah yang akan terjadi dalam waktu dekat. Jadi ketiga danau ini bukan hanya diperuntukkan untuk visual mata belaka, namun juga erat dengan masyarakat setempat.

Dari sisi ilmu pengetahuan sendiri, masing-masing air di ketiga danau ini ternyata memiliki senyawa yang berbeda satu sama lain.

Burung Garuwiga, ‘Penjaga’ Taman Nasional Kelimutu

Nilai sejarah dan mitos yang sangat kental di Taman Nasional Kelimutu juga memengaruhi aspek lain, salah satunya penamaan burung langka dengan nama Garawiga.

Burung ini sendiri memiliki nama asli burung kancilan flores dan merupakan burung endemik atau khas Nusa Tenggara Timur. Penamaan burung Garawiga sendiri dilakukan oleh masyarakat sekitar yang percaya bahwa burung Garawiga adalah penjaga dari Taman Nasional Kelimutu.

Terlepas dari mitosnya, burung Garuwiga sendiri masuk kedalam kategori burung yang cerdas karena mampu menirukan suara dari lingkungan sekitarnya, serta mempunyai kicauan hingga 12 jenis. Jika kamu merupakan pencinta burung atau menikmati pengalaman mengamati burung, maka kamu bisa melihat spesies burung ini di Taman Nasional Kelimutu dari rentang waktu jam 6 pagi hingga jam 10 pagi.

Nilai Budaya dan Sejarah yang Kental

Sinergi antara masyarakat sekitar dengan Taman Nasional Kelimutu juga ditunjukkan dengan berbagai pengenalan budaya kepada wisatawan. Setelah melakukan pendakian dan berkeliling Taman Nasional Kelimutu, kamu bisa mengunjungi pesanggrahan di dalam Taman Nasional Kelimutu yang sudah berdiri semenjak zaman Hindia Belanda. Pesanggrahan atau tempat beristirahat ini digunakan oleh para karyawan pemerintahan yang akan dan telah pergi ke danau Kelimutu.

Setelah mencicipi nilai sejarah, kamu mulai bisa bergeser ke budaya masyarakat sekitar dan mengunjungi Perekonde, tempat yang dipercaya oleh Suku Lio—salah satu suku utama di sekitaran Taman Nasional Kelimutu—sebagai tempat masuknya arwah menuju danau Kelimutu.

Wisata budaya dan sejarah kamu di Taman Nasional Kelimutu tidak akan lengkap jika kamu tidak mengikuti ritual tahunan dengan nama Patika Do’a Bapu Mata Ata yang merupakan prosesi pemberian makan kepada arwah di tiga kawah danau Kelimutu.

Mulai dari melihat burung yang langka, fenomena danau berubah warna hingga sejarah yang budaya dan kaya bisa menjadi tiga alasan utama untuk kamu mengunjungi Flores dan menikmati pengalaman baru di Taman Nasional Kelimutu.

Selalu Tahu Kabar Terbaru
Dapatkan berbagai rekomendasi travel & gaya hidup serta info promo terkini dengan berlangganan newsletter kami.
Langganan