Sulawesi Utara, sebuah provinsi yang terletak di bagian utara Sulawesi dengan ibukota Manado, menjadi rumah bagi keragaman budaya yang kaya, termasuk tradisi-upacara adatnya. Upacara adat di Sulawesi Utara diadakan sebagai wujud peringatan terhadap momen-momen bersejarah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti kelahiran, pernikahan, panen, hingga saat menghadapi kematian.
Sebagaimana halnya dengan berbagai daerah di Indonesia, upacara adat di Sulawesi Utara memiliki peran penting sebagai wahana untuk merawat dan melestarikan tradisi serta nilai-nilai budaya masyarakatnya. Kegiatan ini menjadi bentuk nyata dan usaha untuk meneruskan warisan nenek moyang dan memperkuat identitas budaya yang unik. Tertarik mengetahui lebih lanjut mengenai ragam upacara adat yang dijalankan di Sulawesi Utara? Mari kita eksplor lebih lanjut informasinya di bawah ini!
Upacara ini telah lama dilaksanakan oleh Suku Minahasa di Manado untuk menyambut tahun baru dan mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas berjalannya tahun yang telah berlalu dan berdoa agar tahun yang baru kedepannya dapat berjalan dengan penuh berkat dan berkah. Upacara ini telah lama dilaksanakan, diperkirakan sejak abad ke-16.
Upacara Mekiwuka biasanya dilakukan pada malam pergantian tahun. Masyarakat Minahasa akan berkumpul di jalan-jalan untuk melakukan pawai. Mereka akan memainkan alat musik dan bernyanyi dengan sukacita. Pawai ini akan berlangsung hingga pergantian tahun di pagi hari.
Selain melakukan pawai, masyarakat Minahasa juga akan mengunjungi setiap rumah untuk mengucapkan selamat tahun baru. Mereka akan membawa bingkisan makanan dan minuman sebagai simbol kebahagiaan.
Dalam melaksanakan perayaan upacara ini, masyarakat akan menggunakan pakaian adat berwarna-warni yang terbuat dari kain tenun berwarna merah.
Menondong Lapasi artinya adalah meluncurkan perahu. Namun, upacara ini biasanya dilakukan pada saat memasuki musim penyakit dan dilaksanakan di pagi hari, sekitar pukul 09.00 WITA hingga selesai.
Dengan melaksanakan upacara adat ini, para masyarakat mengharapkan kesembuhan dan dilakukan di rumah-rumah keluarga yang memiliki pasien dengan penyakit keras atau di balai desa.
Foto: sangihekab.go.id
Upacara tahunan Tulude merupakan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Kepulauan Sangihe, Talaud, dan Sitaro untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa atau biasa disebut dengan “Mawu Ruata Ghenggona Langi” oleh masyarakat setempat.
Upacara ini menjadi momen yang tepat untuk berkumpul untuk makan bersama dengan keluarga besar dan mempererat kerukunan, persatuan, dan kebersamaan.
Shutterstock.com
“Toki Pintu” artinya adalah mengetuk pintu. Upacara ini merupakan upacara pernikahan suku Minahasa yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Kristen Protestan.
Upacara ini dilaksanakan dengan cara calon pengantin pria yang membawa wali dan keluarganya mengunjungi rumah calon pengantin wanita. Rumah sang pengantin haruslah dalam keadaan sepi, sunyi, dan tertutup.
Sang lelaki akan membawa mas kawin berupa kain bantenan, buah-buahan dan makanan lain khas Manado, hasil panen alam, dan seperangkat busana atau aksesoris lainnya.
Sang wali dari pihak lelaki akan mengetuk pintu. Di ketukan ketiga, pihak perempuan akan membuka pintu. Upacara ini menjadi simbol bahwa calon pengantin lelaki dan wanita merupakan pengantin yang baik dan mengharapkan keberkahan dalam pernikahannya.
Sulawesi Utara memiliki kekayaan budaya yang beragam, yang tercermin dalam berbagai upacara adatnya. Salah satu upacara adat yang unik di Sulawesi Utara adalah Upacara Mamatung Himukudu Emme.
Upacara Mamatung Himukudu Emme adalah sebuah ritual untuk memanggil penjaga ladang atau kebun yang dilakukan oleh masyarakat Sangihe Talaud. Upacara ini dilakukan dengan berdoa dan memberikan persembahan agar hasil panen melimpah dan meningkatkan harmoni dengan alam.
Upacara Mamatung Himukudu Emme biasanya dilakukan pada awal musim tanam. Masyarakat Sangihe Talaud percaya bahwa setiap ladang atau kebun memiliki penjaganya sendiri. Penjaga ini disebut dengan Himukudu Emme.
Penjaga ladang atau kebun dianggap sebagai sosok yang memiliki kekuatan gaib. Mereka dipercaya dapat menjaga tanaman dari hama dan penyakit, serta memastikan hasil panen yang melimpah.
Dalam upacara Mamatung Himukudu Emme, masyarakat Sangihe Talaud akan berkumpul di ladang atau kebun yang akan ditanami. Mereka akan berdoa dan memberikan persembahan kepada Himukudu Emme. Persembahan yang diberikan biasanya berupa hewan kurban, seperti ayam atau babi, serta makanan dan minuman.
Foto: dictio.id
Maengket merupakan tari tradisional suku Minahasa yang memiliki makna yang dalam dan banyak digunakan dalam upacara adat maupun acara keagamaan. Kini, tarian ini tidak hanya hadir dalam momen-momen sakral seperti pernikahan dan pemakaman, tetapi juga menyertai perayaan seputar panen dan berbagai acara penting lainnya.
Maengket berasal dari kata engket, yang berarti pasang, nyalakan, membuka jalan, kaitkan, dan sebagainya. Maka, Tarian Maengket berarti kegiatan tarian yang bertujuan untuk menerangi, membuka jalan, dan menyatukan masyarakat dalam berbagai situasi. Tarian ini biasa dilakukan pada saat kegiatan panen padi (maowey/makamberu), selamatan rumah baru (marambak), dan lainnya.
Namun ada juga yang mengartikan engket sebagai melakukan angkat suara sambil berjengket dengan menyanyi sambung menyambung atau berbalasan. Tari Maengket biasanya dipimpin oleh seorang kapen yang akan mengangkat suara atau lagu pertama dan tambur sebagai alat musik pengiringnya.
Tari Maengket menggambarkan keseimbangan dari ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan atas hasil panen bumi yang melimpah. Para penari menggunakan pakaian adat dengan warna dan detail yang mencolok saat melakukan gerakan tari yang halus dan lembut diiringi dengan musik tradisional.
Foto: artoftheancestors.com
Upacara kematian (ma'bua mate) adalah salah satu upacara adat yang penting di Sulawesi Utara. Upacara ini dilakukan sebagai penghormatan terakhir dan pengiringan arwah menuju alam baka. Jenazah akan dibalut dengan kain putih dan diletakkan di dalam peti mati yang disebut dengan “kapal pengangkut arwah”.
Upacara kematian di Sulawesi Utara biasanya berlangsung selama beberapa hari, dan melibatkan berbagai ritual dan tradisi adat. Ritual-ritual tersebut bertujuan untuk mendoakan arwah orang yang meninggal, serta memberikan penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan.
Upacara kematian di Sulawesi Utara memiliki makna yang mendalam. Upacara ini tidak hanya merupakan bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal, tetapi juga merupakan simbol dari kepercayaan masyarakat akan kehidupan setelah kematian.
Masyarakat Sulawesi Utara percaya bahwa arwah orang yang meninggal akan melanjutkan perjalanannya ke alam baka. Oleh karena itu, mereka melakukan upacara kematian untuk mendoakan arwah orang yang meninggal dan memberikannya jalan yang baik menuju alam baka.
Upacara adat Sulawesi Utara menjadi salah satu warisan budaya yang kaya dan beragam. Upacara-upacara ini sarat akan makna dan ritual, dan merupakan wujud kepercayaan, tradisi, serta nilai-nilai masyarakat Sulawesi Utara.
Melalui ritual dan tarian yang indah, masyarakat setempat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, syukur, dan spiritualitas. Upacara-upacara seperti Mekiwuka, Tari Maengket, dan Upacara Tulude menjadi bukti kekayaan budaya yang masih dipelihara hingga saat ini.
Baca juga: 15 Rekomendasi Destinasi Wisata di Manado
Kamu mungkin bisa menyaksikan upacara adat ini di desa adat yang ada di Sulawesi Utara. Yuk, booking tiket hotel, pesawat, atau kereta api. Nikmati berbagai promo menarik setiap booking tiket.
Penginapan dan Hotel di Manado
Cari Hotel dengan prom...
Lihat Harga