Perkara yang Membatalkan Puasa: Pertanyaan Lazim

Traveloka MY
04 Mar 2025 - Bacaan 7 minit

Puasa dalam Islam bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga mencakup aspek spiritual yang lebih luas seperti menjaga lisan, pandangan, dan perbuatan dari segala yang tidak berkenan di sisi Allah SWT.

Ibadah puasa diharapkan dapat meningkatkan ketakwaan seorang Muslim, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an, yang berarti, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 183).

Oleh karena itu, menjaga puasa dari hal-hal yang dapat membatalkannya adalah suatu keharusan agar tidak sia-sia usaha yang telah dilakukan dalam mengejar ketaatan dan ketakwaan tersebut.

Selain itu, puasa juga mengajarkan disiplin diri dan empati terhadap sesama, terutama mereka yang kurang mampu. Melalui pengalaman lapar dan haus, seorang Muslim diharapkan dapat lebih memahami penderitaan orang lain dan terdorong untuk lebih banyak berbagi serta melakukan kebaikan.

Namun, terdapat beberapa hal yang jika dilakukan dapat membatalkan puasa seseorang, sehingga penting untuk mengetahui apa saja tindakan-tindakan tersebut agar dapat dihindari. Dengan mengetahui dalil-dalil yang menjelaskan tentang perkara yang membatalkan puasa, seorang Muslim dapat menjalankan ibadah ini dengan lebih sempurna dan sesuai dengan syariat Islam.

Perkara yang Membatalkan Puasa Berdasarkan Dalil

Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam yang memenuhi syarat. Terdapat beberapa perkara yang secara eksplisit dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Hadith yang membatalkan puasa. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa perkara yang membatalkan puasa dengan merujuk pada dalil-dalil yang relevan.

1. Makan dan Minum Secara Sengaja

Dalil yang mendasari hal ini terdapat dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:

"...dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam fajar; kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam..."

Ayat 187 dari Surah Al-Baqarah dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang waktu makan dan minum selama bulan Ramadan, yang diperbolehkan dari waktu fajar sampai terbenamnya matahari. Ini menunjukkan bahwa makan dan minum antara waktu tersebut adalah tidak dibenarkan dan akan membatalkan puasa jika dilakukan dengan sengaja. Penjelasan ini menggarisbawahi pentingnya menahan diri dari kegiatan makan dan minum selama waktu yang ditetapkan agar puasa dianggap sah.

Penyebab batalnya puasa tidak hanya terbatas pada kesengajaan dalam makan dan minum tetapi juga mencakup aspek kesadaran dan niat dalam melanggar batasan yang telah ditentukan. Jika seseorang dengan sengaja memilih untuk makan atau minum setelah fajar dan sebelum maghrib, ini secara langsung akan mencabut keabsahan puasanya, yang menekankan pentingnya disiplin dan kesadaran diri selama berpuasa.

Hal ini mengajarkan umat Islam tentang pentingnya kepatuhan terhadap aturan yang ditetapkan oleh syariat Islam. Dengan memahami dan mengikuti petunjuk yang jelas dari ayat suci, seorang Muslim dapat menjaga puasanya agar tetap sah dan menerima manfaat spiritual maksimal dari ibadah ini. Ketaatan ini tidak hanya menguji kepatuhan fisik terhadap aturan, tetapi juga pemurnian rohani melalui latihan kehendak bebas dan kontrol diri.

2. Hubungan Suami Istri

Dalil tentang hubungan suami istri yang membatalkan puasa diambil dari Hadith yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:

Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang melaksanakan puasa lalu ia berhubungan dengan istrinya di siang hari maka puasanya batal, dan ia harus mengganti puasa di hari lain serta membayar kaffarah.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Dalam Hadith yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa hubungan intim antara suami dan istri selama siang hari di bulan Ramadan dapat membatalkan puasa. Rasulullah SAW telah memberikan panduan yang jelas bahwa siapa saja yang melakukan hal ini harus mengganti puasa yang batal dan membayar kaffarah, yang menunjukkan tingkat keseriusan pelanggaran ini.

Aturan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga kesucian bulan Ramadan melalui pengendalian nafsu dan fokus pada kegiatan spiritual. Puasa dianggap sebagai waktu untuk purifikasi spiritual dan fisik, dan melanggar aturan ini dengan hubungan suami istri menunjukkan pengabaian terhadap tujuan suci ini. Penggantian puasa dan kaffarah yang diperlukan menegaskan kembali pentingnya menjaga kekhusyukan selama bulan suci.

Kaffarah yang diminta dalam situasi ini bertujuan untuk mengajarkan disiplin dan penghormatan terhadap kesucian waktu puasa. Ini adalah bentuk kompensasi atas pelanggaran yang dilakukan dan bertindak sebagai pengingat akan pentingnya menjaga batas yang ditetapkan oleh ajaran agama selama periode yang sangat penting ini.

3. Muntah Secara Sengaja

Muntah yang sengaja dilakukan juga merupakan salah satu faktor yang membatalkan puasa. Berdasarkan Hadith yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidhi, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak ada qada’ atasnya, tetapi barangsiapa yang sengaja muntah maka ia harus mengqadha puasanya.”

Muntah dengan sengaja selama berpuasa juga termasuk dalam kategori tindakan yang dapat membatalkan puasa. Hadith dari Abu Dawud dan Tirmidhi menegaskan bahwa muntah yang tidak disengaja tidak mempengaruhi keabsahan puasa, namun jika seseorang muntah dengan sengaja, maka ia harus mengqadha hari tersebut.

Aturan ini menekankan perbedaan antara tindakan yang tak terhindarkan dan kesengajaan dalam pelanggaran norma puasa. Hal ini mengajarkan bahwa tidak semua insiden yang tidak terduga selama puasa secara otomatis mengarah pada pembatalan puasa, namun kesengajaan dalam tindakan tertentu seperti muntah dapat mempengaruhi validitasnya. Ini menuntut kesadaran dan kontrol diri yang tinggi dari seorang yang berpuasa.

Konsep mengqadha puasa dalam kasus muntah sengaja ini mengajarkan pentingnya tanggung jawab atas tindakan seseorang. Hal ini memungkinkan individu untuk merefleksikan perilaku mereka dan memperbaiki kesalahan dengan cara yang konstruktif, menunjukkan bahwa keadilan dan penebusan merupakan aspek penting dalam praktik keagamaan dalam Islam.

4. Haid dan Nifas

Wanita yang mengalami haid atau nifas tidak dibenarkan untuk berpuasa. Dalilnya terdapat dalam Hadith yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, di mana Aisyah r.a. berkata:

“Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, namun tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.”

Dalam Islam, wanita yang mengalami haid atau nifas dilarang untuk berpuasa selama masa tersebut. Hal ini didasarkan pada hadith yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, di mana Aisyah r.a. menjelaskan bahwa wanita dalam kondisi tersebut diperintahkan untuk mengqadha (mengganti) puasa, tetapi tidak diwajibkan untuk mengqadha shalat. Ini menunjukkan pemahaman bahwa keadaan fisik wanita selama periode ini memerlukan pengecualian khusus dari ibadah puasa.

Keringanan ini mengakui bahwa wanita dalam kondisi haid atau nifas mengalami perubahan biologis yang signifikan yang bisa mempengaruhi kemampuan mereka untuk menjalankan puasa secara efektif. Oleh karena itu, syariat Islam memberikan kelonggaran dengan tidak mengharuskan mereka berpuasa selama periode tersebut dan mengizinkan mereka untuk menggantikan puasa yang terlewat setelah mereka kembali suci. Ini adalah contoh bagaimana Islam mengutamakan kesehatan dan kesejahteraan umatnya.

Meskipun mereka dibebaskan dari kewajiban puasa selama haid atau nifas, wanita diharapkan untuk mengganti hari-hari yang mereka lewatkan di lain waktu. Proses ini menunjukkan fleksibilitas dan kepekaan Islam terhadap kondisi fisiologis wanita, sambil tetap memelihara nilai-nilai dan ketaatan pada aturan ibadah. Kewajiban mengganti puasa ini juga membantu memastikan bahwa wanita tetap merasa terintegrasi dalam praktik keagamaan dan menjalankan ibadah mereka sesuai dengan ketentuan syariat.

5. Meninggalkan Puasa Tanpa Uzur yang Syar'i

Meninggalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan dalam syariat juga membatalkan puasa dan memerlukan qada’. Alasan-alasan yang dibenarkan termasuk sakit atau perjalanan yang jauh. Dalil ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an dalam Surah Al-Baqarah ayat 184-185.

Meninggalkan puasa tanpa alasan yang sah menurut syariat Islam dianggap pelanggaran serius yang membatalkan puasa dan mengharuskan pelakunya untuk mengqadha puasa tersebut. Syariat Islam hanya mengizinkan seseorang untuk tidak berpuasa jika ada alasan yang dibenarkan seperti sakit atau dalam perjalanan yang jauh. Aturan ini didasarkan pada ayat dalam Surah Al-Baqarah ayat 184-185, yang memberikan panduan tentang kondisi-kondisi yang memperbolehkan seseorang untuk menunda puasanya.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Islam mengakui kebutuhan untuk keringanan di bawah kondisi tertentu yang bisa berdampak pada kemampuan seseorang untuk melanjutkan puasa. Pendekatan ini menegaskan bahwa agama ini mengutamakan kesehatan dan keselamatan individu, memungkinkan fleksibilitas dalam praktik ibadahnya. Jadi, ketika seseorang sengaja meninggalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan, mereka harus menggantinya di hari lain untuk memenuhi kewajiban mereka.

Konsep qada’ dalam konteks ini bukan hanya tentang memenuhi jumlah hari yang hilang, tetapi juga tentang memelihara integritas spiritual puasa. Dengan adanya kewajiban untuk mengganti puasa yang ditinggalkan, Islam menekankan pentingnya ketaatan dan komitmen terhadap perintah Allah. Ini juga mengingatkan bahwa setiap tindakan dalam Islam, termasuk puasa, harus dijalankan dengan niat yang tulus dan patuh pada aturan yang telah ditetapkan.

Menyambut Ramadan dengan Eksplorasi Budaya Malaysia

Menyambut Ramadan dengan Eksplorasi Budaya Malaysia merupakan peluang yang sangat kaya untuk mengeksplorasi dan menghargai keanekaragaman budaya dan keindahan alam yang ditawarkan oleh Malaysia. Bulan suci ini tidak hanya berfokus pada ibadah dan berpuasa, tetapi juga membuka peluang untuk berinteraksi lebih dalam dengan budaya lokal di berbagai daerah. Berikut ini adalah lima destinasi yang tidak boleh dilewatkan saat Ramadan di Malaysia:

1. Kuala Lumpur

Selama Ramadan, Kuala Lumpur menjadi kota yang lebih meriah dengan berbagai bazar malam yang bermunculan, menawarkan beragam pilihan makanan yang lezat. Ini adalah kesempatan yang sempurna untuk mengalami momen berbuka puasa, atau iftar, dengan latar belakang pemandangan Menara Kuala Lumpur dan Menara Berkembar Petronas yang ikonis, yang menambah semarak suasana berbuka.

2. Pulau Pinang

Pulau Pinang terkenal dengan keragaman budayanya yang kaya dan makanan yang memikat. Selama bulan Ramadan, Georgetown, yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO, menjadi lokasi yang ideal untuk merasakan hidangan iftar autentik yang mencerminkan melimpahnya budaya dan sejarah Pulau Pinang. Ini adalah waktu yang tepat untuk menjelajahi keunikan budaya dan kuliner setempat.

3. Melaka

Kota bersejarah ini menyajikan suasana Ramadan yang unik dengan pasar malam dan lampu-lampu berwarna-warni yang menghiasi Jonker Street. Melaka menawarkan pengalaman berbuka puasa yang tak terlupakan dengan suasana yang ramai dan penuh dengan kehangatan komunal, menjadikannya destinasi yang menarik untuk dijelajahi setelah waktu berbuka.

4. Langkawi

Jika mencari ketenangan selama Ramadan, Langkawi adalah pilihan yang ideal. Pulau ini menawarkan keindahan pantai yang tenang dan matahari terbenam yang mempesona, memberikan suasana yang damai untuk berbuka puasa. Langkawi juga menawarkan kesempatan untuk introspeksi dan pembaruan spiritual di tengah keindahan alam.

5. Kota Kinabalu

Dikenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan dan keanekaragaman budayanya, Kota Kinabalu menawarkan cara unik dalam merayakan Ramadan. Dari berbuka puasa di tepi pantai hingga menikmati keragaman budaya lokal, kota ini menawarkan pengalaman yang memperkaya dan menginspirasi.

Dengan menggunakan Traveloka, perencanaan perjalanan ke destinasi-destinasi ini menjadi lebih mudah, mulai dari pemesanan tiket pesawat, penginapan, hingga tiket atraksi. Jelajahi keindahan Malaysia selama Ramadan ini dengan cara yang berbeda, merasakan keramahan dan kekayaan budaya yang ditawarkan. Selamat berpuasa dan selamat menikmati liburan yang berkesan!

Discover flight with Traveloka

Fri, 11 Jul 2025

AirAsia Indonesia

Surabaya (SUB) to Kuala Lumpur (KUL)

Harga bermula dari RM 287.38

Tue, 15 Jul 2025

AirAsia Berhad (Malaysia)

Kota Kinabalu (BKI) to Kuala Lumpur (KUL)

Harga bermula dari RM 137.57

Mon, 14 Jul 2025

Scoot

Jakarta (CGK) to Kuala Lumpur (KUL)

Harga bermula dari RM 202.69

Dalam Artikel Ini

• Perkara yang Membatalkan Puasa Berdasarkan Dalil
• 1. Makan dan Minum Secara Sengaja
• 2. Hubungan Suami Istri
• 3. Muntah Secara Sengaja
• 4. Haid dan Nifas
• 5. Meninggalkan Puasa Tanpa Uzur yang Syar'i
• Menyambut Ramadan dengan Eksplorasi Budaya Malaysia
• 1. Kuala Lumpur
• 2. Pulau Pinang
• 3. Melaka
• 4. Langkawi
• 5. Kota Kinabalu

Penerbangan yang Disyorkan dalam Artikel Ini

Fri, 11 Jul 2025
AirAsia Indonesia
Surabaya (SUB) to Kuala Lumpur (KUL)
Harga bermula dari RM 287.38
Tempah Sekarang
Tue, 15 Jul 2025
AirAsia Berhad (Malaysia)
Kota Kinabalu (BKI) to Kuala Lumpur (KUL)
Harga bermula dari RM 137.57
Tempah Sekarang
Mon, 14 Jul 2025
Scoot
Jakarta (CGK) to Kuala Lumpur (KUL)
Harga bermula dari RM 202.69
Tempah Sekarang
Hotel
Tiket Penerbangan
Things to Do
Sentiasa Ketahui Maklumat Terkini
Langgani surat berita kami untuk lebih banyak cadangan perjalanan & gaya hidup serta promosi yang menarik.
Langgan

Traveloka Sdn Bhd (No. Pendaftaran 201501003122), Tingkat 14 Menara 2, Menara Kembar Bank Rakyat, 33 Jalan Rakyat Brickfields, 50470 Kuala Lumpur, Malaysia
Copyright © 2025 Traveloka. All rights reserved