
Museum Multatuli adalah salah satu museum paling unik dan berpengaruh di Indonesia karena menyajikan sejarah kolonialisme Belanda melalui sudut pandang sastra, khususnya novel legendaris Max Havelaar karya Eduard Douwes Dekker yang dikenal dengan nama pena Multatuli. Museum ini berada di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, tepat di samping alun-alun kota, menjadikannya pusat edukasi sejarah sekaligus destinasi wisata budaya yang menarik.
Peran Museum Multatuli bukan hanya sebagai tempat menyimpan artefak kolonial, tetapi juga sebagai ruang refleksi tentang perjuangan rakyat Lebak pada masa kolonial dan bagaimana suara Multatuli menggerakkan perubahan. Melalui pameran visual, dokumentasi sejarah, instalasi, hingga teknologi multimedia, museum ini memperkenalkan sisi lain sejarah Indonesia secara jujur dan edukatif.
Museum Multatuli diresmikan pada 11 Februari 2018 sebagai museum pertama di Indonesia yang berfokus pada sejarah kolonialisme dari sudut pandang korban sekaligus saksi mata. Nama museum ini diambil dari tokoh Multatuli, pseudonim penulis Belanda yang pada abad ke-19 mengungkap penindasan terhadap rakyat Lebak melalui karya fenomenalnya, Max Havelaar.
Douwes Dekker pernah menjabat sebagai Asisten Residen Lebak pada tahun 1856. Saat bertugas, ia menyaksikan tindak korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat lokal yang menindas rakyat. Upayanya melaporkan hal tersebut gagal, sehingga ia menulis Max Havelaar sebagai bentuk perlawanan moral dan politik.
Museum ini dibangun dengan semangat untuk menghormati keberanian moral Multatuli sekaligus menampilkan realitas sejarah kolonialisme secara objektif. Melalui museum ini, pemerintah Kabupaten Lebak ingin memperkuat literasi sejarah bagi masyarakat dan menjadikan Lebak sebagai lokasi penting dalam narasi perjuangan Indonesia.

Rangkasbitung

Happy Games Rangkas Bitung

9.6/10
Rangkasbitung
See Price
Museum Multatuli ini menempati bangunan yang dulunya merupakan kantor Kewedanan Rangkasbitung. Revitalisasi bangunan dilakukan tanpa menghilangkan karakter historisnya. Desain interior museum menggunakan konsep storytelling yang membawa pengunjung seakan mengikuti perjalanan Multatuli saat bertugas di Lebak.
Ruang pamer didesain dengan pencahayaan hangat, instalasi visual, dan elemen interaktif. Setiap galeri memiliki alur narasi yang jelas, dimulai dari sejarah kolonialisme Belanda, kehidupan masyarakat Lebak pada abad ke-19, kehidupan pribadi Douwes Dekker, hingga pengaruh novel Max Havelaar terhadap dunia internasional.
Desain interior yang modern, penggunaan ilustrasi, audio-visual, dan peta sejarah membuat museum ini terasa hidup dan cocok untuk generasi muda.
Koleksi yang ditampilkan di Museum Multatuli tidak hanya berupa artefak fisik, tetapi juga narasi sejarah yang divisualisasikan dengan teknologi modern. Berikut ini beberapa koleksi di Museum Multatuli yang sering menarik perhatian pengunjungnya.
Museum ini menyimpan replika surat-surat asli Multatuli, arsip pemerintahan kolonial, peta Lebak abad ke-19, dan dokumentasi sejarah yang menggambarkan situasi masyarakat saat itu. Meski sebagian merupakan replika, kurasi dan narasi sejarahnya sangat detail.
Salah satu ruang paling menarik adalah replika ruang kerja Multatuli lengkap dengan meja, kursi, lampu minyak, dan benda-benda pribadi. Replika ini menggambarkan suasana saat ia menulis Max Havelaar.
Galeri ini menampilkan perjalanan novel Max Havelaar, mulai dari proses penulisannya, dampaknya di Belanda, hingga bagaimana karya tersebut mempengaruhi gerakan anti-kolonial dan kebijakan etis pemerintah Belanda.
Diorama ini menggambarkan tindak penindasan oleh pejabat lokal terhadap rakyat Lebak, termasuk sistem kerja paksa yang dikritik Multatuli. Diorama ini membantu pengunjung memahami konteks sosial ketika novel itu ditulis.
Selain galeri permanen, Museum Multatuli juga aktif mengadakan kegiatan edukasi. Museum sering menggelar diskusi sejarah, bedah buku, pemutaran film dokumenter, dan workshop literasi yang melibatkan pelajar maupun komunitas. Program-program ini bertujuan mengajak masyarakat mempelajari sejarah kolonialisme secara kritis dan reflektif.
Ada kalanya museum bekerja sama dengan universitas dan lembaga penelitian untuk mengadakan seminar akademik. Hal ini menjadikan Museum Multatuli tidak hanya menjadi ruang pameran, tetapi juga pusat pengetahuan.
Baca juga: 5 Tempat Wisata Rangkasbitung Dekat Stasiun
Kamu tak perlu khawatir soal biaya, karena harga tiket masuknya cukup terjangkau, yaitu Rp2.000 saja per orang untuk wisatawan domestik. Jika ingin berkunjung, jam operasional Museum Multatuli mulai pukul 08:00 hingga 16:00 WIB.
Memiliki lokasi strategis, Museum Multatuli ini mudah diakses dari berbagai wilayah di Banten maupun Jabodetabek. Museum Multatuli berada di Jalan Alun-Alun Timur No. 8, Rangkasbitung, tepat di samping Masjid Agung Al-A'raf dan Alun-Alun Rangkasbitung. Lokasinya sangat dekat dengan Stasiun Rangkasbitung sehingga pengunjung dari Jakarta dapat mencapai museum hanya dengan perjalanan KRL Commuter Line menuju stasiun tersebut dan dilanjutkan berjalan kaki sekitar 5-10 menit.
Bagi pengunjung yang datang menggunakan kendaraan pribadi, akses menuju Rangkasbitung dapat ditempuh melalui jalur tol Serang-Panimbang atau jalur arteri dari Bogor dan Pandeglang. Area parkir tersedia di sekitar alun-alun dan kawasan museum.
Sebagai museum yang menyajikan sejarah secara jujur dan kritis, Museum Multatuli menawarkan pengalaman edukatif yang memadukan sastra, sejarah kolonialisme, dan kemanusiaan. Museum ini bukan hanya ruang pameran, tetapi tempat refleksi tentang perjuangan rakyat dan keberanian moral seorang tokoh yang memilih membela kaum tertindas.
Yuk, jelajahi berbagai tempat wisata di Lebak, Banten dengan Traveloka! Kamu bisa pesan tiket pesawat, tiket kereta api, shuttle bus, dan booking hotel dengan praktis! Kamu juga bisa pesan tiket atraksi wisata di Lebak dengan mudah. Dapatkan harga terbaik dan buat liburan lebih seru tanpa ribet!






